Jika nasabah diyakini tidak akan bisa membayar hari itu juga, langkah yang diambil biasanya akan diminta membuat pernyataan secara tertulis mengenai kapan pembayaran akan dilaksanakan.
“Kita lihat orang ini, misal sudah kita tekan bagaimanapun (sepertinya) nggak akan bisa bayar hari itu, jatuhnya kita tekan dia di komitmen berapa lama mau bayar, pakai surat pernyataan. Kita kasih waktu sampai berapa lama dia lakukan pembayaran.”
“Kalau mobilnya ada di situ (di tempat tinggal nasabah), langsung kita bawa. Tapi biasanya sih unitnya sudah nggak ada sama dia, bisa disembunyikan.”
Menghadapi nasabah
Ketika menghadapi kedatangan debt collector untuk menjalankan tugas dari perusahaan pembiayaan atau pengusaha yang jadi korban pelanggaran komitmen, rata-rata nasabah menggunakan logika yang terbalik.
“Kebanyakan merasa jadi korban, padahal sebetulnya mereka bukan korban. Mereka pelaku pelanggaran komitmen perjanjian keuangan.”
“Kalau mereka nggak melanggar komitmen perjanjian, ya kita nngak akan (ditugaskan) datang ke dia. Mereka pelaku, bukan korban. Kita datang untuk menagih hak atas kewajiban yang dia nggak penuhi.”
Menghadapi nasabah atau debitur licin, banyak strategi yang digunakan, di antaranya sudah disinggung di atas.
Strategi lainnya, kata Debro, dengan “mengintimidasi secara halus.” Debro menyebut intimidasi secara halus, karena tidak dilakukan dengan memelototkan mata atau menggemeretakkan gigi.
Strategi intimidasi secara halus di depan nasabah licin atau selalu berusaha berkelit, misalnya dengan cara membuka profil yang bersangkutan. Cara mendapatkan profil nasabah seperti yang sudah dijelaskan tadi, di antaranya dengan menghimpun dari lingkungan sekitar rumah atau lingkaran nasabah.
Baca Juga: Kisah Penjaga Lahan Sengketa: Tak Cuma Modal Berani, Tapi Juga Kecerdikan
“Saya tahu kantor anda, saya tahu anda di sini atau di mana,” kata Debro menyontohkan kalimat intimidatif seraya menjelaskan, yang intinya bertujuan untuk membuat nasabah bermasalah itu tidak berdalih terus.
Semakin banyak profil tentang nasabah diceritakan di hadapannya, biasanya lama-lama mental mereka akan ciut.
Debt collector rata-rata tabah menggunakan strategi menekan secara psikologis semacam itu.
“Karena kita tahu dia lagi bersandiwara ya kita justru malah tidak kasihan. Jadi kelucuan. Dia melakukan itu kan supaya kita merasa iba. Tapi, justru kita lihat itu lucu.”
“Karena bagaimanapun, sebelum kita datang dia sudah menikmati apa yang dia dapat dari komitmen itu. Tapi ketika dia harus melakukan kewajiban (pembayaran), dia tidak bayar dan ketika ditagih malah bersandiwara. Itu lucu bagi kita.”
“Apalagi kalau logikanya dibalik, dia merasa jadi korban, itu nggak masuk diakal. Pinjam uang atau kredit mobil tidak dibayar, kewajiban tidak dipenuhi. Kita datangi.”