Chairil Anwar memulai pendidikan dasar pada Hollandsch-Inlandsche School (HIS) atau yang dikenal dengan sekolah dasar orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Kemudian ia melanjutkan jenjang selanjutnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Hal yang cukup mengejutkan keluar dari Mulut Chairul Anwar saat ia berusia 15 tahun, ia berkata kepada ibunya bahwa ia tidak ingin melanjutkan sekolah dengan alasan ia ingin memantapkan diri untuk fokus menjadi seniman.
Karena sedari kecil ia terbiasa mendapatkan perlakuan istimewa dari orang tuanya maka ia diperbolehkan untuk memilih hal tersebut.
Sedari kecil sampai remaja Chairil Anwar menetap di Medan sebelum akhirnya ia dan ibunya berpindah ke Jakarta 1940, perlahan tapi pasti ia mulai menekuni hal tersebut.
Buku demi buku pun ia lahap, pasalnya tak hanya buku karangan orang Indonesia sendiri, buku-buku dengan bahasa asing pun juga ia baca. Faktanya Chairil Anwar menguasai 3 bahasa asing yaitu, Belanda, Inggris dan jerman.
Memiliki wawasan bahasa asing yang cukup luas membuat Chairil Anwar mengidolakan sosok penulis kenamaan di seluruh penjuru dunia seperti Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron, tidak mengherankan jika secara tidak langsung gaya penulisan yang ia miliki terpengaruh oleh sosok-sosok di atas.
Kecintaanya pada dunia sastra Ia buktikan dengan meriliskan puisi pertamanya yang ia riliskan tepat dua tahun semenjak kepindahannya dari Medan, yakni pada tahun 1942 dengan judul “Nisan”
Puisi Chairil Anwar – “Nisan”
Nisan
Baca Juga: Profil Chairil Anwar, Penyair Legendaris Meninggal Hari Ini 72 Tahun Silam
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta