Suara.com - Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) mengkritisi 100 hari kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tidak adanya perubahan signifikan dalam memperbaiki kinerja institusi Korps Bhayangkara.
"Catatan ini berangkat dari hasil analisa dan pemantauan terhadap 16 program prioritas 100 hari yang telah disusun oleh Jenderal Listyo Sigit," kata Peneliti Kontras Rozy Brilian dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (6/5/2021).
Ia memaparkan, pertama program perubahan teknologi kepolisian modern di era police 4.0. Kapolri justru merealisasikan 'virtual police' yang menjadi alat represi baru di dunia digital.
Menurut Rozy, operasi virtual police justru bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara. Padahal penindakan seharusnya dilakukan kepada mereka yang melakukan tindakan kriminal lewat media sosial.
"Kedua, program pemantapan kinerja Kamtibmas, Kapolri justru melakukan simplifikasi dengan penjagaan pada program investasi negara yang tidak memerhatikan dampaknya ke masyarakat," katanya.
Dampak ke masyarakat yang dimaksudkan Rozy, yaitu munculnya ruang kriminalisasi terhadap warga yang bersuara. Seperti yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah.
Berikutnya yang ketiga, program dukungan dalam penanganan COVID-19, menurut dia, kepolisian justru sangat diskriminatif dalam penanganan kerumunan.
Penanganan COVID-19, lanjut Rozy, menjadi dalih penangkapan sewenang-wenang dan pembubaran aksi massa.
Kritik yang keempat, program penguatan fungsi pengawasan jutsru tidak tercermin karena carut marutnya penegakan etik kepolisian.
Baca Juga: Mahfud MD Cap TPNPB Teroris, KontraS: Tak Bakal Selesaikan Konflik di Papua
Jenis pelanggaran baik itu disiplin, etik dan pidana terus mengalami kenaikkan. Belum sampai 4 bulan, sudah terjadi sebanyak 536 pelanggaran disiplin, 279 pelanggaran KEPP, dan 147 pelanggaran pidana.