Suara.com - Proklamasi kemerdekaan RI dulu nyaris digelar tanggal 16 Agustus, bukan 17 Agustus 1945 seperti yang dirayakan sekarang. Ada DN Aidit Cs di balik rentetan peristiwa kemerdekaan tersebut.
Sebelum hari akbar itu, terdapat rentetan peristiwa yang melatarinya, salah satunya adalah sekelompok pemuda berhaluan kiri radikal, bahkan komunis, berencana menculik Soekarno dan Mohammad Hatta, agar mereka mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Salah satu di antara sekelompok pemuda itu adalah Dipa Nusantara Aidit, yang kelak menjadi Ketua CC PKI dan harus mati secara tragis.
Buku-buku sejarah resmi sejak era Orde Baru hanya mencatat DN Aidit sebagai Ketua CC PKI dan dalang dari G30S.
Namun, pada banyak buku sejarah lain, dia disebut turut memilik andil besar dalam kemerdekaan Indonesia 1945.
Salah satunya, DN Aidit turut andil dalam peristiwa rombongan pemuda yang menculik Soekarno – Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Cerita andilnya DN Aidit dalam peristiwa penculikan Soekarno – Hatta ke Rengasdengklok terekam dalam buku ditulis Sidik Kertapati dalam buku “Sekitar Proklamasi 1945.”
***
HARI MASIH SORE pada Rabu, 15 Agustus 1945, ketika Aidit menyambangi kawan-kawannya, terutama Wikana, di asrama Badan Perwakilan Pelajar Indonesia, Cikini 71.
Baca Juga: Bobby Nasution Izinkan Lomba 17 Agustus, Ingatkan Prokes
Aidit mengajak mereka menggelar rapat rahasia di kebun jarak Institut Bakteriologi Pegangsaan.
Rapat rahasia itu digelar, Rabu malam sekitar pukul 19.00 WIB. Para pemuda yang mewakili golongannya masing-masing hadir. Selain Aidit, ada Chairul Saleh, Wikana, Djohar Nur, Pardjono, dan sejumlah lainnya.
Pada rapat rahasia, para pemuda itulah mula-mula tercetus ide Indonesia harus segera diproklamasikan menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Mereka bersepakat membawa keputusan itu kepada Soekarno dan Hatta, dan meminta kedua tokoh itu mengakhiri hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang.
"Dalam pertemuan itu, Aidit mengajukan usul yang berpandangan jauh, yaitu agar Bung Karno ditetapkan sebagai Presiden Indonesia yang pertama," kata Sidik dalam bukunya halaman 77.
Para pemuda bersepakat, mengutus delegasi yang beranggotakan Aidit, Wikana, Suroto Kunto, dan Subadio untuk menyampaikan keputusan itu ke rumah Bung Karno, Pegangsaan Timur Nomor 56.