Penghapusan Mural: Ketakutan Otoritas Terhadap Tumbuhnya Kesadaran Organik Rakyat

Selasa, 17 Agustus 2021 | 16:55 WIB
Penghapusan Mural: Ketakutan Otoritas Terhadap Tumbuhnya Kesadaran Organik Rakyat
Mural Jokowi (Instagram @semaktive)

Sementara itu, terhadap mural 'Tuhan Aku Lapar' dilaporkan bahwa sang pembuat gambar mengaku trauma dan tertekan setelah aparat kepolisian mendatangi rumah mereka. "Cukup tertekan, kami tidak menyangka efeknya polisi akan seperti itu," ujarnya sebagaimana dilansir dari Tempo.co.

Andrew berpendapat, tindakan semacam itu adalah bentuk repesifitas aparat. Sebab, tidak seharusnya sebuah karya itu ditutup tanpa ada dialog, menggunakan sejumlah alasan konyol dan bahkan sepihak. Mendengar hal tersebut, Andrew menyarankan kepada para pencipta mural yang karyanya dihapus untuk tidak patah arang.

"Anggap saja ini bonus promosi bagi karyanya, karna tak banyak muralis yang karyanya dibicarakan banyak orang dalam waktu yang instan. Sebuah kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk membicarakan hal yang lebih prinsipil," jelasnya.

Pada masa pandemi Covid-19, beragam cara digunakan negara untuk membungkam warga negara yang kritis terhadap kebijakan yang dibuat. Menurut Andrew, pemerintahaan yang korup akan melakukan apapun untuk menyelamatkan citranya agar senantiasa baik, termasuk pemberangusan. Salah satu instrumen kekuatan yang digunakan adalah Undang-Undang Informasi Transakasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kata Andrew, jika rezim Orde Baru Soeharto mempunyai Departemen Penerangan, kini pemerintah juga mempunyai departemen serupa yang tugasnya sama persis: obsesi pengawasan dan kontrol terhadap publik -- tapi mengabaikan kebohongan penguasa.

Andrew mengaku, dalam beberapa waktu ke belakang, dia lebih banyak bersinggungan langsung dengan masyarakat ketimbang sibuk membuat gambar. Dia percaya, kerja-kerja semacam itu lebih mendorong kesadaran organik warga untuk bisa bersuara dan menunjukkan keberpihakannya secara terbuka.

"Ini menjadi amunisi untuk berjuang lebih keras sekaligus semenyenangkan mungkin karena telah bertemu dengan medium seni yang bisa menyediakan ruang-ruang ekspresi," pungkas Andrew.

Bagaimana Negara Memandang Mural?

Kami juga bertanya pada sosok Faldo Maldini, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus Stafsus Menteri Sekretaris Negara. Nama Faldo mencuat setelah mengeluarkan pernyataan terkait mural dan cara negara dalam menyikapinya.

Baca Juga: Jokowi 404: Not Found, Bila Rakyat Berani Mengeluh Itu Artinya Sudah Gawat!

Melalui akun Twitter pribadinya, @FaldoMaldini pada Jumat (13/8/2021), dia berkata, tidak salah melukis mural asalkan mendapat izin. Jika tidak mempunyai izin, Faldo menilai tindakan semacam itu adalah melawan hukum alias sewenang-wenang.

Kepada Suara.com, Faldo menyatakan, aksi mural tanpa adanya izin artinya tindakan semacam itu adalah bentuk mencederai hak orang lain. Dalam konteks ini, dia mengkalim jika negara harus hadir melindungi warga negaranya. Satu lagi, Faldo mengaku tidak ambil soal terkait muatan konten dalam kritik berbentuk karya seni tersebut.

"Ada di KUHP itu semua, ada di perda, ada di surat edaran kepala daeah. Negara harus hadir melindungi setiap warga negara, agar kita semua nyaman. Tidak ada masalah dengan konten kritiknya," kata Faldo, Senin (16/8/2021).

Menyambung pernyataan Anti-Tank Project soal ruang publik, kami juga bertanya pada Faldo mengenai hal tersebut. Menurut dia, bentuk ekspresi masyarakat di ruang publik memang tidak membutuhkan izin, hanya saja negara perlu hadir dalam memastikan keadilan.

"Ekspresi tidak butuh izin, silakan saja. Namun, negara harus pastikan keadilan," ujar eks politisi PAN tersebut.

Faldo berpendapat, atas dasar ekspresi, bukan berarti hak orang lain boleh dilanggar. Dia juga tidak menampik jika fasilitas publik memang hak semua orang karena dibangun dengan mempertimbangkan kebutuhan publik. Bahkan, pembangunannya pun juga menggunakan uang rakyat.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI