Suara.com - Teheran menggelar konferensi dengan negara-negara tetangga Afganistan tentang masa depan politik dan pembentukan pemerintahan baru di negara tersebut, tapi tanpa kehadiran Taliban.
Iran menggelar pertemuan tingkat menteri luar negeri bersama negara-negara tetangga Afganistan dan perwakilan Rusia pada Rabu (26/10) untuk membahas masa depan politik serta pembentukan pemerintahan baru Afganistan.
Konferensi yang diorganisir oleh Kementerian Luar Negeri Iran di Teheran tersebut diikuti oleh menteri luar negeri Iran, Cina, Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan dan Rusia.
Perwakilan "Emirat Islam" alias pemerintahan Taliban "belum" diundang, seperti dilansir media Afganistan TOLO News.
Iran dan Afganistan berbagi perbatasan sepanjang hampir 1.000 kilometer. Oleh karena itu kepentingan keamanan Teheran di Afganistan juga besar.
Kawasan perbatasan wilayah kedaulatan Iran terutama dihuni oleh minoritas Sunni.
Sementara mayoritas penduduk Iran adalah Syiah. Kelompok minoritas Sunni di Iran itu telah lama mengeluhkan diskriminasi oleh otoritas Iran.
Akibat infrastruktur yang buruk dan kurangnya fasilitas kesehatan dan pendidikan, daerah-daerah di perbatasan Afganistan tersebut adalah yang termiskin dan paling tidak berkembang di Iran.
Teheran desak pemerintahan "inklusif" di Kabul
Baca Juga: Kepala Program Nuklir Iran Dibunuh di Jalan Dekat Ibu Kota Teheran
"Iran menginginkan perdamaian di Afganistan dan tidak menghendaki kekerasan dan terorisme", kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Said Chatibsadeh pekan lalu.
Iran mendukung pemerintahan inklusif, di mana semua kelompok politik terwakili.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada hari Minggu menyambut inisiatif Teheran dan mengungkapkan harapan agar hasilnya dapat menguntungkan Afganistan.
Euforia awal di Iran tentang penarikan Amerika Serikat dari negara tetangga telah menguap, dan suasananya telah berubah.
"Iran telah salah perhitungan,” tutur Fatemeh Aman, pakar tentang Iran di Institut Timur Tengah (Middle East Institute) yang berbasis di Washington, kepada DW.
"Struktur kepemimpinan Taliban memiliki banyak lapisan, rumit, tidak transparan. Itu membuat negosiasi dengan mereka sulit, dan tidak hanya bagi Iran.”