Kemudian, Menteri Komunukasi dan Informatika, Johnny G. Plate turut menjadi tergugat lantaran bertanggung jawab atas mekanisme pendaftaran aplikasi pinjaman online. Sementara Puan selaku Ketua DPR RI lantaran punya tanggung jawab dalam hal pengawasan terhadap kinerja OJK, Presiden dan Menteri serta Wakil Presiden.
"Terakhir yang juga pasti harus digugat adalah ketua otoritas, dewan komisaris OJK yang harusnya memiliki kewenangan penuh terhadap mekanisme penyelenggaraan pinjaman online di Indonesia dan mengatur seluruh regulasi terkait dengan penyelenggaraan bisnis pinjaman online di Indonesia," jelas Jeanny.
Laporan Bunuh Diri
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, LBH Jakarta telah menerima 7.200 aduan terkait permasalahan pinjaman online. Aduan itu masuk melalui email maupun secara langsung melalui bentuk konsultasi.
"Terima ada 7.200 pengaduan yang masuk baik melalui email atau pengaduan konsultasi itu data terakhir," kata Jeanny.
Penagihan utang yang serampangan dan mengabaikan hak asasi manusia dari pihak pengelola pinjaman online, kata Jeanny, juga berbuntut pada kasus bunuh diri. Total ada sekitar enam sampai tujuh kasus bunuh diri yang diterima LBH Jakarta dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang.
"Setidaknya yang kami terima ada enam sampai tujuh laporan bunuh diri akibat pinjol," sambung Jeanny.
Gugatan yang dilayangkan kali ini juga menyasar pada regulasi atau aturan yang dibuat pemerintah mengenai pinjaman online. Setidaknya, ada 11 poin yang belum diatur secara komprehensif.
Poin pertama menyasar soal kepastian izin pendaftaran sebagai syarat bagi aplikasi peer-to-peer lending atau pinjaman online dapat beroperasi di Indonesia. Hal ini harus dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan layanan distribusi aplikasi digital.
Baca Juga: Gugat Jokowi-Maruf soal Regulasi Pinjol, LBH Jakarta: Bukan Masalah Privat, Tapi Publik!
Poin kedua soal sistem pengawasan perlindungan data pribadi yang terintegrasi. Selain terintegrasi, juga mumpuni terhadap seluruh pengguna aplikasi pinjaman online dan masyarakat dalam praktik penyelenggaraan bisnis pinjaman online.
Sorotan selanjutnya adalah batasan pengambilan akses data pribadi hanya pada kamera, microphone dan location. Dalam hal terdapat akses di luar ketentuan tersebut, masyarakat pengguna aplikasi pinjaman online dapat menolak akses tanpa mempengaruhi kelayakan pengajuan pinjaman.
Keempat mengenai jaminan tidak adanya ketentuan baku dalam perjanjian elektronik. Kelima, soal larangan tegas dan sanksi terhadap penyebaran data pribadi seluruh pengguna aplikasi pinjaman online, baik oleh perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online maupun pihak ketiga yang bekerja sama perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online.
Keenam mengenai batasan biaya administrasi pinjaman yang didasarkan pada nilai yang wajar. Ketujuh, batasan bunga pinjaman sesuai dengan suku bunga yang dianjurkan -- bunga moratoir.
Kedelapan mengenai larangan tegas dan sanksi penagihan pinjaman yang dilakukan dengan tindak pidana. Baik oleh perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online maupun pihak ketiga yang bekerja sama perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online.
Kesembilan, soal sistem pengawasan proses uji kelayakan pengajuan pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,sebelum perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online menyepakati perjanjian pinjam meminjam.