Neraka Pekerja Migran Indonesia di Pandemi Malaysia

Erick Tanjung Suara.Com
Senin, 15 November 2021 | 17:49 WIB
Neraka Pekerja Migran Indonesia di Pandemi Malaysia
Ilustrasi pelecehan dan penyiksaan pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia. (Ali Ahmad)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Komisi Nasional Perempuan mendesak pemerintah agar lebih tanggap menangani PMI yang alami kekerasan maupun penahanan berlebihan di detensi. Menurut komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, kasus seperti penyiksaan dan permintaan uang kepada PMI dengan dalih membantu pemulangan merupakan kejahatan melanggar hukum. Ia meminta pemerintah untuk mengusut dengan tuntas. “Permintaan uang kepada PMI oleh petugas detensi merupakan bentuk pelanggaran karena menggunakan jabatan untuk meminta sejumlah uang dari PMI. Atas perlakuan tersebut harus ada upaya advokasi dari pemerintah Indonesia terhadap pelanggaran tersebut,” kata Tias, Selasa, 26 Oktober.

Sepanjang 2020, Komnas Perempuan telah menerima puluhan pengaduan PMI. Beberapa bentuk kekerasan yang dialami PMI di luar negeri seperti, kekerasan fisik, psikis, ekonomi, seksual, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), eksploitasi narkoba, dan berhadapan dengan pidana mati. Menurut Tias—sapaan akrabnya-- PMI wajib mendapatkan jaminan perlakuan aman dan hidup layak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Beleid tersebut menjelaskan PMI berhak mendapatkan hak-haknya, seperti akses hukum bagi korban dan keluarga. “Dalam pemenuhan hak tersebut dapat diwujudkan dengan kehadiran negara dengan menjamin perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi PMI dan keluarganya,” kata Tias.

Perempuan yang aktif di serikat pekerja ini meminta pemerintah memberikan kompensasi sesuai dengan tingkat kerugian material dan non material korban. Selain itu, Tias juga meminta agar pemerintah memberikan pemulihan bagi PMI yang alami kekerasan penyiksaan, dan praktik penahanan berlebihan. ”Pemerintah harus melakukan itu,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Judha Nugraha mengaku belum ada laporan terkait dengan kekerasan maupun permintaan uang kepada PMI di detensi di Malaysia. Pihaknya akan mendalami kasus-kasus pelanggaran hukum terhadap PMI. “Kami saat ini belum menerima laporan tertulis. Kami mendorong agar PMI melaporkan kepada kami,” kata Judha, Jumat, 29 Oktober.

Kementerian Luar Negeri melalui enam perwakilannya di Malaysia mengaku telah mengecek semua penjara. Dari pemeriksaan itu, Kemenlu mencatat terdapat 4.303 PMI yang masih ditahan meski proses menjalani hukuman telah selesai.

Menurut Judha, kondisi penjara mengalami over crowd. Kemenlu mendorong pemerintah Malaysia dapat menjamin keamanan dan keselamatan PMI yang ditahan. “Perlakuan dan kesiapan fasilitas yang memadai di detensi harus dijamin karena itu hak dari PMI untuk mendapatkan fasilitas yang memadai dan tidak berdesakan,” kata Judha.

Penanggung jawab sementara (Plt) Duta Besar Malaysia di Indonesia Adlan Mohd. Shafieq menegaskan tidak ada kebijakan permintaan uang ke PMI untuk membantu kepulangan ke Indonesia yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia. Menurutnya, Malaysia hanya membantu untuk swab PCR sebelum diterbangkan ke Indonesia. “Permintaan uang itu masuk tindak pidana korupsi di Malaysia. Kiranya kami bisa diinfokan siapa pelakunya. Info ini akan kami ambil tindak sewajarnya. Hukumannya bisa penjara,” ujar Adlan saat dikonfirmasi melalui telepon, Sabtu, 6 November.

Terkait dengan praktik kekerasan dan penambahan penahanan hukuman bagi PMI di detensi, Adlan menyampaikan tindakan itu tidak dapat dibenarkan. Pihak Malaysia akan mengusut kasus tersebut dengan memeriksa seluruh detensi yang ada di Malaysia.

Baca Juga: 4 Cara Menurunkan Berat Badan, Terbukti Sehat dan Efektif

Bagi terduga pelaku yang terbukti melakukan kekerasan, menambah hukuman, dan meminta uang, Pemerintah Malaysia, kata Adlan akan memberlakukan hukum disiplin, mulai dari pemotongan gaji, penurunan jabatan, hingga pidana penjara. “Kami akan tanyakan kepada instansi otoritas depo berkaitan mengenai penambahan tahanan. Sementara kekerasan sewajarnya tidak berlaku. Kalau ada kekerasan kami akan ambil tindakan serius dengan tindakan disiplin,” tegas Adlan.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI