Hoaks dalam Demokrasi Digital
Seiring dengan berkembangnya demokrasi digital, kita mulai lebih akrab dengan hoaks–berita bohong yang tidak memiliki sumber pasti. Pemutarbalikan fakta yang dapat diakses dengan mudah dan cepat ini menjadi hal yang sangat berbahaya bagi terwujudnya demokrasi digital yang sehat.
Hoaks sengaja dibuat untuk meresahkan masyarakat biasanya menyebarkan kebencian, penipuan, provokasi, propaganda dan pembentukan opini publik.
Menguatnya fenomena hoaks di Indonesia disebabkan penggunaan algoritma, automasi, big data atau penggunaan fitur-fitur di media sosial yang bisa dimanfaatkan untuk mempengaruhi kebutuhan publik.
Hoaks, dengan demikian, adalah unsur yang merusak, alih-alih memperkuat, demokrasi. Keterlibatan warga negara untuk turut memantau pemerintah dengan cara propaganda politik melalui menyebarkan berita bohong tidak memberi manfaat apa-apa. Hoaks justru memperburuk hubungan antara warga dengan pemerintah karena materi yang menghubungkan keduanya kebohongan, alias berita yang dibuat-buat.
"Saat ini pemerintah menjalankan berbagai upaya melalui lembaga pendidikan dan inisiatif masyarakat, serta bagaimana mendorong startup muda untuk mengembangkan solusi penyelesaian masalah sosial. Demokrasi digital mestinya bisa menciptakan kebaikan bagi bangsa," ungkap Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr. Pratikno.
“Melakukan banyak kebaikan dan memberitakan kebaikan itu penting, agar informasi yang masuk ke masyarakat hal-hal yang baik, bukan berita-berita palsu,” tambahnya.
Menertibkan dan memberantas berita palsu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui kampanye literasi, inisiatif pengecekan fakta, dan penetapan langkah-langkah hukuman untuk mencegah penyebarannya.
Kementerian Kominfo mengandalkan tiga pendekatan dalam menanggulangi maraknya hoaks dan konten negatif di Indonesia. Ketiga pendekatan itu mencakup tingkat hulu, menengah, dan hilir. Terkait pendekatan di tingkat hulu, Kementerian Kominfo gencar melakukan literasi digital. Kominfo telah bekerja sama dengan 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital.
"Ini untuk mendidik masyarakat guna menyebarkan informasi yang akurat serta menghentikan penyebaran konten negatif dan hoaks,” tambah Johnny G Plate.
Di tingkat menengah, Kementerian Kominfo mengambil langkah pencegahan. Kementerian misalnya menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital.
Baca Juga: Kominfo Dorong Pengembangan Smart City di Indonesia
Kementerian melakukan langkah tersebut apabila menemukan akun yang mendistribusikan hoaks dan konten palsu terkait Covid-19. Kementerian juga bekerja sama dengan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, hingga YouTube dalam melakukan tindakan penghapusan akses.