Megawati yang memutuskan terjun ke dunia politik dijagal berbagai pihak dari Orde Baru. Mega memjadi Wakil Ketua Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Jakarta Pusat pada 1986 dan memimpin partai tersebut pada 1993.
Namun pada tahun 1996, PDI sempat ditekan Departemen Dalam Negeri dan ABRI untuk menandatangi hasil Kongres Medan yang tak dihadari Megawati. Kongres tersebut menghasilkan Soejadi sebagai Ketum terpilih untuk PDI sehingga terjadi dualisme PDI.
Peristiwa tersebut bahkan sampai melahirkan kerusuhan dua pendukung yang menewaskan lima orang. Meski begitu belum ada kelanjutan peristwa tersebut hingga sekarang.
![Megawati Soekarno Putri Ulang Tahun ke-75 Tahun [instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/01/23/93807-megawati-soekarno-putri-ulang-tahun-ke-75-tahun-instagram.jpg)
Karir Politik Berbalik di Era Reformasi
Berakhirnya era Orde Baru juga berpengaruh bagi Tutut yang juga bagian dari keluarga Cendana. Ia ikut lengser dari jabatan menteri yang kontroversial pada masa itu.
Tutut bahkan dilarang keluar negeri oleh kejaksaan Agung dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi meski lolos dari bui. Saat itu, Tutut meninggalkan dunia politik dan aktif sebagai pegusaha dan aktivitas sosial.
Berbeda dengan Tutut, setahun setelah lengsernya Soeharto ia memenangkan pemilu dan menjadi wakil presiden mendampingi Gus Dur pada 1999.
Megawati bahkan menjadi presiden usai lengsernya Gus Dur pada 2001.
Sama-Sama Gagal di Pemilu 2004
Pada tahun 2004, Tutut kembali masuk politik, ia dicalonkan oleh Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) sebagai calon presiden.
Namun sayang, partainya hanya mendapat suara 2,11 persen sehingga tak bisa head to head melawan Megawati yang juga mencalonkan diri.
Meski saat itu PDIP punya pamor tinggi, Megawati kalah di laga akhir pemilu 2004 oleh SBY-Kalla.
Kini, Megawati masih menjadi Ketua Umum PDIP yang menjadi partai dari Presiden saat ini, Joko Widodo. Sementara Tutut yang fokus di bisnis juga bergabung dengan Partai Berkarya besutan adiknya Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.