Suara.com - Frank-Walter Steinmeier terpilih kembali menjadi Presiden Jerman untuk masa jabatan kedua pada Konvensi Federasi, Minggu (13/02). Fungsinya sebagai penengah bakal diuji di masyarakat yang semakin terpolarisasi.
Ketika Frank-Walter Steinmeier mengumumkan niatnya mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua sebagai Presiden Jerman tahun lalu, tidak sedikit yang melihatnya sebagai pertaruhan langka oleh sosok yang biasanya penuh kehati-hatian itu.
Sebab, presiden yang memangku fungsi sebagai instansi moral dalam politik Jerman biasanya tidak mengumumkan ambisi politiknya.
Terlebih, kader Sosial Demokrat berusia 65 tahun itu belum tahu apakah akan punya cukup kursi mayoritas buat memenangkan Konfensi Federal pada Minggu (13/02).
Pada saat itu, Partai SPD masih menguntit di belakang pesaingnya, Uni Kristen Demokrat (CDU). Seandainya kelompok konservatif yang menang, mereka dipastikan akan mengusung calonnya sendiri.
Namun kini, kader SPD, Olaf Scholz, yang menjadi kanselir menggantikan Angela Merkel. Tidak butuh waktu lama bagi rekan koalisinya, Partai Hijau dan Partai Demokrat Bebas (FDP), untuk mendukung masa jabatan kedua bagi Steinmeier.
Adapun CDU yang masih berusaha pulih dari kekalahan pemilu, memutuskan tidak akan mencalonkan kandidatnya sendiri dalam pemilihan kali ini.
Prioritas pada stabilitas politik
Sebanyak 1.472 membentuk Konvensi Federal yang bertugas memilih presiden Jerman setiap lima tahun sekali. Jumlah tersebut terdiri dari 736 anggota parlemen, Bundestag, dan 736 perwakilan ke-16 negara bagian di Jerman.
Baca Juga: Untuk Kedua Kalinya, Frank-Walter Steinmeier Terpilih Kembali Jadi Presiden Jerman
Terlepas dari situasi saat ini, pemilihan ulang Steinmeier bukan hal yang kontroversial di Jerman, menurut Uwe Jun, Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Trier.