Rencananya, Prancis akan memindahkan kekuatan tempurnya ke negara-negara sekitar yang berbatasan dengan Mali.
Terseret prahara politik global
Ketegangan antara Mali dan Uni Eropa meningkat, usai pemerintahan transisi di Bamako mempekerjakan kontraktor militer Rusia, Wagner Group, untuk beroperasi di wilayah kedaulatannya. Menurut klaim Amerika Serikat, perusahaan itu memiliki 1.000 tentara bayaran di Mali.
"Mereka sekarang datang ke Mali dan bertingkah layaknya predator,” kata Presiden Prancis Macron di hadapan perwakilan Uni Afrika. Wagner Group dikabarkan giat mengirimkan serdadunya sejak sebulan terakhir.
Jumlah mereka diyakini akan terus bertambah, seiring penarikan mundur pasukan Eropa. Di seluruh Afrika, perusahaan Rusia ini memiliki hingga 5.000 tentara bayaran. Menurut seorang pejabat senior AS, Wagner Group sejauh ini baru diberi misi menjaga situasi agar tetap damai.
Kekhawatiran terbesar adalah jika Bamako menerjunkan mereka untuk operasi antiteror di kawasan timur.
Wagner Group banyak menyedot perhatian ketika terlibat membantu pemerintahan Bassar Assad dalam perang Suriah, atau kelompok pemberontak pro-Rusia dalam perang di Donbass, Ukraina.
Kedekatan perusahaan dengan penguasa di Kremlin memicu dugaan bahwa Wagner Group beroperasi di bawah koordinasi dengan penguasa di Rusia.
Kedatangan pasukan bayaran berlangsung seiring meningkatnya ketidakpuasan junta militer terhadap negara barat. Juru bicara militer Mali, Souleymane Dembele mengatakan, keberadaan pasukan Prancis dan Eropa gagal mengusir ancaman teror di barat Sahel.
Baca Juga: Buntut Ujaran 'Bermusuhan', Mali Usir Dubes Prancis
Menurutnya, saat ini kelompok teroris malah semakin menyebar ke seluruh penjuru negeri. "Apa yang telah mereka berikan kepada kami?” tanyanya dalam sebuah konferensi pers di Bamako, Kamis (17/2).