Embargo adalah provokasi
"Di tengah krisis perang yang berkobar di Ukraina, AS dan NATO bukanya mengambil tindakan kuat untuk menghentikan perang di Ukraina melalui jalan politik damai dan diplomasi, justru mengambil tindakan-tindakan yang membuat perang di Ukraina berkepanjangan," kata Yanti.
Dengan dalih membantu rakyat Ukraina dan memperkuat pertahanan negara-negara anggota NATO di Eropa timur dan tengah dari ancaman Rusia, NATO dalam sidang daruratnya mengambil keputusan terus melanjutkan kebijakan perluasan keanggotaan di negeri-negeri bekas Uni Soviet.
NATO juga memutuskan mengaktifkan kesiagaan penuh pasukan NATO Response Forces (NRF) setara dengan 40.000 prajurit yang dilengkapi persenjataan lengkap untuk pertempuran udara, laut dan darat.
Puluhan ribut pasukan NATO itu disiagakan di Polandia, Latvia, Lithuania dan Moldova yang berbatasan dengan Rusia. Belum lagi penempatan 100 jet tempur di 30 lokasi berbeda, serta 120 kapal perang dari berbagai tipe dari utara hingga Mediterania.
Tak hanya itu, kata Yanti, NATO juga meneruskan bantuan persenjataan militer dan amunisi untuk Ukraina.
AS dan NATO secara sepihak juga menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, di antaranya memblokir seluruh akses ekonomi Rusia, termasuk bank besar SBER Bank, VTB, Otkritie, SOV, COM Bank, Novikom Bank, serta mengeluarkan dari sistem SWIFT, memblokir akses teknologi dan pasar teknologi industri militer Rusia.
Sanksi juga berupa penghentian proyek pipa gas Nord Stream2 sepanjang 1230 km, memblokir aset pengusaha besar monopoli Rusia, Elite politik dan Vladimir Putin sendiri. AS dan sekutunya juga memblokir pasar uang Rusia di dunia.
"Sanksi ekonomi, dukungan persenjataan militer dan amunisi kepada Ukraina, dan mobilisasi pasukan NRF NATO, pada pokoknya bukan untuk menghasilkan penyelesaian damai atas krisis Ukraina. Tindakan itu sesungguhnya seperti menumpahkan bensin di atas bara api peperangan yang sedang berkobar," kata Yanti.
Baca Juga: Sedih! Kisah Bocah di Ukraina Harus Tinggalkan Ayahnya di Kyiv, Demi Mengungsi ke Polandia
GSBI, kata Yanti, menilai krisis perang di Ukraina memperlihatkan kebangkrutan sistem imperialis. Lebih jauh lagi menunjukkan kebangkrutan imperialisme AS.