Suara.com - Isu perombangan kabinet atau reshuffle kembali mencuat, apalagi setelah Presiden Jokowi geram hingga mengultimatum soal pergantian pejabat karena anggaran negara dipakai untuk membeli barang impor. Namun, kemarahan Jokowi hingga ancaman reshuffle itu disorot banyak kalangan.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia menilai jika Jokowi sudah terlalu sering memberikan ancaman dalam forum resmi. Sehingga hal itu menjadi sulit dibedakan mana basa-basi mana yang ancaman serius.
"Sulit memisahkan mana ancaman yang miliki konsekuensi kebijakan, dan mana yang hanya sebatas basa-basi sebagai materi pidato," kata Dedi saat dihubungi, Jumat (25/3/2022).
Pengamat politik ini menganggap Jokowi kerap memberikan suara lantang selama menjabat sebagai kepala negara, misalnya saat menyebut larangan impor, menolak keras wacana penambahan periode presiden, hingga larangan rangkap jabatan ketua umum parpol dengan menteri.
Menurutnya, hal itu gaya berpidato dari kepala negara.
"Itu hanya keras di lisan, segera diperbaiki beberapa waktu kemudian. Sehingga statemen keras itu sudah menjadi kebiasaan gaya pidato, bukan pokok pesan, hanya semacam bagian dari intonasi semata," ujarnya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, sebagai pemegang kuasa, Jokowi seharusnya tak hanya memberikan ancaman, tapi juga harus langsung bertindak.
"Jika memang Jokowi semerdeka itu dalam memimpin negara sekaligus pemerintah, mungkin ia (Jokowi) tidak hobi mengancam, tetapi langsung bertindak," katanya.
"Tetapi kita lihat bagaimana kekacauan di Kemenaker, Kemendag, dan kementerian lain yang selama ini seolah inkoordinatif dengan Presiden, tetapi semua baik-baik saja."
Ancaman Presiden
Diketahui, Jokowi tidak segan memberikan ancaman kepada menteri, kepala daerah, kepala lembaga negara dan BUMN untuk diganti apabila tidak menggunakan anggaran dengan membeli produk-produk dalam negeri. Pasalnya, ia merasa jengkel anggaran negara dan daerah malah lebih sering digunakan untuk membeli barang-barang impor.
Pemerintah memang mengalokasikan Rp 400 triliun anggaran belanja untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk 2022. Akan tetapi, Jokowi mengecek baru digunakan senilai Rp 214 triliun saja.
Ia lantas menyinggung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang baru menggunakan Rp 2 triliun. Padahal anggaran yang diterimanya itu sekitar Rp 29 triliun.
Itu disampaikannya saat memberikan pengarahan kepada menteri Kabinet Indonesia Maju, kepala lembaga, kepala daerah se-Indonesia dan Badan Usaha Milik Negara tentang aksi afirmasi bangga buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022).
"Ini kelihatannya ada yang enggak semangat di dalam kementerian," kata Jokowi sebagaimana dikutip melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jumat.