Publik Desak Batalkan Pembentukan Provinsi Baru di Papua, Baleg DPR Jawab Begini

Jum'at, 08 April 2022 | 21:38 WIB
Publik Desak Batalkan Pembentukan Provinsi Baru di Papua, Baleg DPR Jawab Begini
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sementara, Peneliti Imparsial Hussein Ahmad khawatir kebijakan pemekaran wilayah Papua akan digunakan untuk membenarkan penambahan kehadiran militer di Papua yang mana berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

“Kami khawatir pembentukan provinsi baru nantinya akan melegitimasi pembentukan satuan-satuan teritorial baru di Papua. Jika ada tiga provinsi baru maka biasanya akan diikuti dengan pembentukan 3 Kodam dan satuan-satuan baru juga di bawahnya yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pasukan militer di Papua," ucap Hussein.

Sementara itu, Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy menambahkan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua belum ada yang selesai, termasuk yang terjadi di masa lalu.

"Seharusnya DPR membantu pembentukan pengadilan HAM di Papua, termasuk pembentukan pengadilan ad hoc,” ujarnya.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan, pemekaran di Papua seharusnya melibatkan MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua sebagai bentuk perlindungan hak-hak orang asli Papua.

“Dalam beberapa waktu terakhir ini muncul demonstrasi tolak pemekaran yang sangat besar dan melahirkan korban jiwa. Pemekaran Papua mendorong situasi yang tidak kondusif bagi pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Papua,” katanya.

Koalisi Kemanusiaan Papua merupakan kemitraan sukarela yang terdiri dari sejumlah organisasi dan individu, yaitu Amnesty International Indonesia, Biro Papua PGI, Imparsial, Elsam Jakarta, Kontras, Aliansi Demokrasi untuk Papua, KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, SKPKC Keuskupan Jayapura, Public Virtue Research Institute, PBHI, dan peneliti Cahyo Pamungkas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI