Suara.com - Efika Kora ingat satu masa ketika ia melihat sebuah pesawat melintasi desanya di atas langit Papua.
Efika yang ketika itu belia membayangkan suatu hari bisa menerbangkannya.
Namun kini, meski dua semester lagi ia akan lulus dari sekolah penerbangannya di Adelaide, Efika yang berusia 24 tahun diminta Pemerintah Indonesia untuk pulang.
Ini mengejutkan bagi Efika, yang adalah satu dari 140 mahasiswa dari Papua Barat di Australia, Selandia Baru, Kanada dan Amerika Serikat yang beasiswanya diberhentikan tanpa peringatan.
Dengan terjadinya hal yang dianggap tidak biasa ini, mereka gagal mendapatkan gelar pendidikan yang sudah lama diperjuangkan.
"Jujur, saya menangis," ujar Efika.
"Anggapannya, hak untuk mendapatkan pendidikan dirampas dari kami."
Di Australia, 16 mahasiswa sudah diminta untuk pulang.
Dalam sebuah surat yang ditujukan bagi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra tanggal 8 Februari, pemerintah provinsi Papua mengatakan mahasiswa akan dipulangkan karena tidak menyelesaikan studi mereka tepat waktu.
Baca Juga: Konjen India di Medan Tawarkan Beasiswa untuk Pegawai Pemkot Tanjungpinang hingga Pertukaran Pelajar
Surat tersebut menyebutkan bagaimana para siswa harus kembali ke Papua Barat paling lambat tanggal 15 Februari, namun barulah pada tanggal 8 Maret mereka mengetahui tentang keberadaan surat tersebut dari pertemuan dengan KBRI.