Suara.com - Di sebuah kamar motel, tubuh seorang perempuan terlihat membungkuk di atas handuk berlumuran darah.
Tanpa sehelai benang pun, perempuan tersebut meninggal sendirian setelah ditinggalkan seorang diri oleh kekasihnya yang membantu melakukan usaha aborsi tanpa penanganan profesional di tahun 1964.
Perempuan tersebut bernama Gerri Santoro.
Ketika foto mengejutkan dari tubuh yang belum diidentifikasi tersebut diterbitkan di majalah nasional, Gerri menjadi simbol gerakan pemberian hak aborsi di Amerika Serikat.
Usia Gerri ketika itu adalah 28 tahun.
Peringatan: Artikel ini berisi detail yang mungkin membuat pembaca merasa tertekan.
Tanpa izin keluarganya, foto hitam-putih Gerri muncul dalam artikel berjudul "Never Again", yang berarti sudah cukup, tak lama setelah Mahkamah Agung Amerika mengeluarkan putusan mengenai Roe v Wade, pada tahun 1973.
Keputusan penting tersebut telah memberikan hak pada warga Amerika untuk melakukan aborsi, di negara bagian mana pun mereka tinggal.
Hampir 50 tahun kemudian, kondisinya berbalik.
Baca Juga: Kasus Mahasiswi Aborsi Kandungan Berusia 5 Bulan di Kamar Kos, Polisi Ungkap Kondisi Janin
Saat ini, aturan yang mengizinkan aborsi sejak putusan Roe akan ditinjau ulang, dengan setidaknya setengah dari Amerika diperkirakan akan melarang aborsi sepenuhnya.
Keponakan Gerri, Toni Elka, khawatir keputusan itu akan membahayakan kehidupan generasi perempuan.
Siapakah Gerri?
Gerri Twerdy dibesarkan bersama 14 saudara kandungnya di sebuah peternakan di pedesaan Connecticut.
Usianya 18 tahun ketika bertemu Sam Santoro, pria yang kelak menjadi suaminya, di halte bus.
Bahkan untuk awal 1950-an, mereka terhitung menikah cepat, dan tidak lama setelahnya, menurut para kerabat, Gerri menunjukkan tanda-tanda telah mengalami kekerasan fisik.
Pasangan tersebut tinggal bersama selama bertahun-tahun dan memiliki dua orang putri. Mereka sempat tinggal sebentar di California.