Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, karena mengusulkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) demi mengatur penempatan tentara di jabatan-jabatan kementerian.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anadar mengatakan usulan tersebut sangat problematis, sebab kontraproduktif terhadap semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan agar TNI fokus pada tugas pertahanan sebagaimana perintah konstitusi.
Rivanlee menilai usulan tersebut juga menunjukkan agenda pengembalian orde baru semakin terang-terangan dilakukan.
"Selain itu, ditempatkannya TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai orde baru semakin terang-terangan dilakukan," ujar Rivanlee, Senin (8/8/2022).
Baca Juga: Terungkap, Ini Penyebab Proyek Pipa Gas Cirebon-Semarang Mangkrak selama 15 Tahun
Pihaknya melihat bahwa upaya penempatan TNI pada jabatan sipil, lagi-lagi menunjukan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi.
Selama bertahun-tahun kata Rivanlee, TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil. Hal tersebut terus dilakukan sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai masalah institusi seperti halnya menumpuknya jumlah perwira non-job.
"Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi," tutur dia.
Kontras juga mengkhawatirkan bahwa diperkenankannya TNI menempati jabatan sipil, salah satunya di kementerian, akan menciptakan ketidakprofesionalan khususnya dalam penentuan jabatan.
Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau ‘power’ yang dimiliki.
Baca Juga: Menko Luhut Beberkan Oleh-oleh Investasi Hasil Kunjungan ke Rusia
Ia pun menyinggung beberapa menteri Presiden Jokowi yang memiliki latar belakang militer dan berpotensi terjadi konflik kepentingan.
"Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan," ungkap Rivanlee.
Menurutnya terdapat sejumlah permasalahan manajerial yang terjadi di tubuh TNI sejak 2019. Yakni saat Panglima sebelumnya yakni Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkap bahwa terdapat 500 perwira TNI tidak dalam tugas.
Sayangnya kata dia, langkah atau solusi yang ditawarkan selalu menempatkan TNI pada jabatan sipil.
Pihaknya menduga bahwa pada praktiknya hanya berujung pada bag-bagi jabatan, tanpa memperhatikan kebutuhan.
Di sisi lain, kata Rivanlee membludaknya prajurit non-job justru disertai dengan bertambah besarnya jumlah pasukan TNI khususnya Angkatan Darat (AD).
"Kami mengkhawatirkan bahwa seleksi besar-besaran tanpa pernah dibarengi oleh audit penerimaan hanya menambah rumit persoalan. Seiring berjalannya waktu jumlah jabatan akan terus mengerucut, sementara jumlah perwira tak berkurang," kata Rivanlee.
Hal ini kata Rivanlee, pada akhirnya membuat posisi yang tersedia tidak akan cukup mengakomodir seluruh jumlah TNI aktif.
"Belum lagi permasalahan vetting mechanism yang menjadi ukuran jenjang kenaikan pangkat sampai saat ini belum jelas," katanya.
Usulan Luhut
Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan perubahan Undang-Undang TNI agar perwira aktif TNI dapat bertugas di kementerian/lembaga.
"Sebenarnya saya sudah mengusulkan untuk perubahan UU TNI. UU TNI itu ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut. Atas persetujuan Presiden," kata Luhut, Jumat (5/8/2022).
"Itu sebenarnya akan banyak membantu, tidak perlu banyak bintang-bintang yang tidak perlu di angkatan darat, jadi angkatan darat bisa lebih efisien," sambungnya.