Senada dengan Prof. Benny, Pakar Hukum Pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda, S.H., M.Hum., Ph.D., mengatakan ada tiga alasan penting sehingga dirinya berharap DPR RI bisa segera mengetok palu pengesahannya menjadi Undang-Undang.
Pertama, secara politis bangsa yang merdeka seperti Indonesia wajib memiliki produk hukum sendiri, dan bukan warisan kolonial Belanda. Kedua yakni kepraktisan.
“Saat ini penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi masih menggunakan terjemahan KUHP yang teks aslinya saja masih bahasa belanda sehingga ada penafsiran berbeda,” katanya.
Ketiga, kata Gede, KUHP yang saat ini berlaku isinya adalah Sebagian besar pembalasan. Padahal dalam hukum pidana modern mengarah pada keadilan rehabilitatif dan restoratif.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum. pada sesi selanjutnya lebih mengulas 14 isu krusial dalam RUU KUHP. Secara khusus Ia menyoroti pasal terkait pidana mati yang diatur dalam pasal 67 dan 100 RUU KUHP, yang masih menimbulkan pro dan kontra.
"Ada dua kelompok yang soal pidana mati yakni yang mendukung pidana mati dan yang menolak pidana mati," katanya.
Maka itu Ia pun menegaskan jika pidana mati dalam RUU KUHP diatur sebagai pidana yang bersifat khusus, dan selalu dicantumkan alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Kementerian Kominfo Bangun Sosialisasi dan Ruang Diskusi Publik
Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Drs. Bambang Gunawan M.Si., saat membuka diskusi publik mengungkapkan jika RUU KUHP harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Ia pun menegaskan jika upaya tersebut semata-mata bertujuan untuk mewujudkan pembangunan hukum yang sesuai dengan nilai nilai Pancasila.
Baca Juga: "Lesti Teman Lu, Lu Kejam", Amarah Melanie Subono untuk Baim Wong dan Paula Verhoeven
“Apalagi, revisi KUHP yang dimulai sejak 1970-an masih tidak kunjung terwujud sampai saat ini,” katanya.
Meski begitu, pemerintah dikatakan Bambang terus membuka ruang diskusi agar RUU KUHP tersebut semakin sempurna sebelum nanti disahkan.
Terdapat sejumlah isu krusial dalam pembahasan RUU KUHP yang perlu disosialisasikan lebih luas dan terus menerus, yaitu, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, larangan penghasutan kepada penguasa, pidana mati, serta penodaan agama. Kemudian terkait kejahatan kesusilaan, pencabulan, perzinahan serta living of law.
Kementerian Kominfo dikatakan Bambang telah melakukan kick off atau permulaan sosialisasi RUU KUHP pada 23 Agustus 2022 untuk memberikan pemahaman dan ruang dialog kepada masyarakat.
Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), di Kota Sorong, Papua Barat, digelar secara hybrid dan dihadiri 280 peserta online di kanal Youtube DJIKP dan 100 peserta hadir secara langsung di Hotel Rylich Panorama Kota Sorong. Peserta diskusi berasal dari berbagai unsur seperti Masyarakat, Akademisi dan Mahasiswa, Aparat Penegak Hukum, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Pemuda dan Keagamaan, Kanwil Kumham, Lapas, dan Media.