Tapi insting saya, yang mendorong untuk coba bertahan, lalu saya mencoba merangkak sampai depan klub. Saya diberitahu saat itu mungkin posisinya enam atau tujuh [menit] setelah ledakan. Beberapa orang sudah keluar.
Lalu saya tidak sadarkan diri dan jatuh ke lubang di depan klub itu sampai tentara Anthony McKay menyelamatkan saya. Saya menyebut dia malaikat pertama saya malam itu.
ERIK: Saya masih dalam posisi sangat terkejut lalu ada seorang pria yang datang dan menitipkan seorang perempuan dan berkata 'jaga dia' lalu masuk kembali ke Sari Club.
Hal ini menyadarkan saya.
Saya melihat dua perempuan di pinggir jalan dan bilang: 'tolong jaga perempuan ini, saya tidak tahu dia siapa, tapi dia butuh pertolongan'. Dan saya berbalik mengikuti pria tersebut masuk ke Sari Club.
Malaikat berjalan di 'neraka'
Banyak orang memuji aksi kepahlawanan orang asing pada 12 Oktober malam tersebut. Penduduk lokal maupun turis bekerja sama menyelamatkan korban pengeboman, menyingkirkan puing, menawarkan pertolongan dan menyediakan tumpangan ke rumah sakit.
ALAN: Saya dibangunkan oleh saudara saya di Sydney yang belum tidur. Ia menelepon dan mengatakan ada semacam ledakan [di Bali] dan memastikan kalau kami baik-baik saja. Jadi saya langsung ke luar rumah karena tahu saya harus mulai bekerja.
Saya membawa buku catatan, pulpen, HP dan air. Saya bilang ke keluarga kalau saya akan mengabari mereka lalu [pergi].
THIOLINA: Saya tidak tahu berapa lama saya pingsan. Saya tidak bisa melihat, yang nampak hanya sebuah titik cahaya di kejauhan. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada wajah saya, badan saya, tapi saya berteriak meminta tolong. 'Tolong, tolong.' Saya berusaha membuka pintu kiri mobil, tapi tidak bisa. Saya terus mencoba.
Baca Juga: Cara Australia Merawat Korban Bom Bali Masih Bermanfaat Hingga Saat Ini
DECI: Waktu saya bangun posisi saya sudah di bawah dasbor mobil. Lengan kiri saya nyangkut di pintu. Mobilnya terbakar. [Teman saya] Lina dan Gatot sudah tidak lagi di dalam mobil. Saya berusaha keluar ... tapi tidak bisa membuka pintu kiri. ... Pintu di kursi depan terbuka, jadi saya keluar dari sana.
Di luar semuanya api. Saya tidak bisa melihat, badan saya berlumuran darah. Saya berusaha tetap tenang dan mencari jalan keluar menghindari api.
GLEN: Jalan Legian itu satu arah. Jadi kendaraan darurat tidak bisa masuk ke sana. Satu-satunya cara untuk menolong korban adalah dengan mendudukan mereka di motor orang yang mau menolong.
ERIK: Saya menarik siapa pun yang saya bisa di depan saya untuk menolong mereka. Tidak tahu apakah itu laki-laki, perempuan, anak-anak, siapa pun. Saya tidak peduli mereka siapa, saya hanya melihat manusia yang butuh pertolongan. Dan saya melakukan apa yang saya bisa.
ANDREW: [Saya] diletakkan di seng dan empat orang menggotong saya di gang Poppies. Di perjalanan saya pernah bilang 'Saya butuh torniket, darah saya tidak berhenti.' Dan mereka memberikannya ... saya melihat kaki saya. Saya menyadari parahnya kondisi kaki saya dan tahu ini masalah besar.
Keluarga saya Katolik dan saya mulai berdoa. Mengucapkan doa untuk saya sendiri. Lalu ada perempuan yang mencatat identitas saya dan saya berkata 'Saya benar, kita bisa menolong orang lain.' Saya pikir saya akan meninggal saat itu.