Muhammad Jumhur Hidayat merupakan salah seorang aktivis pergerakan dan pemberdayaan rakyat kelahiran Bandung, 18 Februari 1968.
Jumhur Hidayat pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI yang diangkat pada 11 Januari 2007 lalu, kemudian ia diberhentikan pada 11 Maret 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Melansir dari berbagai sumber, Jumhur Hidayat mendalami dunia aktivis sejak ia masih duduk di bangku perkuliahan, yaitu saat ia masih menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat ini, ia telah menjadi salah seorang petinggi di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Pada tahun 2020, Jumhur Hidayat ditangkap oleh polisi karena dianggap menghasut serta memberikan informasi yang dinilai hoaks. Perbuatan Jumhur Hidayat dikenakan pasal 28 ayat 2 Jo 45a ayat 2 UU ITE dan Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 ancamannya 10 tahun penjara.
Dengan penangkapannya ini, Jumhur menjadi petinggi KAMI ketiga yang diamankan oleh pihak kepolisian setelah Syahganda Nainggolan dan Anton Permana.
Sosok Jumhur Hidayat dikenal sebagai aktivis pergerakan dan pemberdayaan rakyat. Ayahnya merupakan seorang pejabat di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Meskipun mempunyai ayah seorang pejabat, Jumhur dididik untuk hidup sederhana.
Pada tahun 2007, Jumhur menikah dengan Finalis Puteri Indonesia 2001, Alia Febyani Prabandari. Dari pernikahannya tersebut, pasangan tersebut dikaruniai empat orang anak.
Jumhur juga diketahui kerap berpindah-pindah saat menempuh pendidikan formalnya. Jumhur pernah bersekolah di SD Menteng Pulo Pagi Jakarta Selatan, kemudian ia pindah ke SD Menteng 02 Pagi Jakarta Pusat.
Jumhur melanjutkan pendidikan menengah pertamanya di SMPN 1 Jakarta Pusat sebelum akhirnya pindah ke SMPN 1 Denpasar. Pada saat SMA, Jumhur diketahui pernah bersekolah di SMAN 1 Denpasar dan kemudian dipindahkan di SMAN 3 Bandung.
Baca Juga: 'Jokowi Maunya Apa?' Pengamat Duga Reshuffle Kabinet Hanya untuk Alihkan Isu Perppu Cipta Kerja
Setelah lulus, Jumhur melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mengambil Teknik Fisika. Namun, Jumhur diduga dikeluarkan dari ITB karena terlibat dalam aksi penolakan Menteri Dalam Negeri Rudini. Ia pun melanjutkan kuliahnya di Universitas Nasional Jakarta dan lulus di tahun 1996.