"Di Indonesia, kalau aksi seperti ini, hanya beberapa perwakilan saja yang bisa masuk untuk berdialog," ucap pengelola gedung.
"Kalau begitu, apakah Bapak bisa membantu kami agar pihak UNHCR dapat turun menemui kami?" tanya Kemran.
"Tidak bisa, mereka punya prosedur sendiri. Saya hanya bisa menjembatani, bagiamana perwakilan lima orang naik ke atas?" ucap pengelola gedung memberikan penawaran.
Perbincangan antara para pengungsi dan pihak pengelola gedung tidak menemukan titik temu. Tak ada perwaklian UNHCR yang turun dan tidak ada pula perwakilan pengungsi yang masuk untuk bertemu.
Hujan perlahan reda. Para pengungsi akhirnya memilih kembali ke tempat masing-masing menjelang pukul empat sore. Begitu juga dengan Kemran, yang berlalu meninggalkan lokasi dengan kekecewaan yang sepenuhnya sama.
Associate External Relations-Public Information Officer UNHCR Indonesia, Mitra Salima mengatakan, kedatangan para pengungsi dari berbagai negara paling besar terjadi pada tahun 2013. Kala itu, jumlah pengungsi yang masuk ke Indonesia mencapai 8.300 orang. "Sebenarnya kedatangan mereka sudah sejak beberapa tahun sebelumnya. Setelah 2013 jumlahnya cenderung menurun," kata Mitra kepada Suara.com melalui sambungan telepon pada Desember 2022 lalu.
Mitra menyebut bahwa para pengungsi berharap memperoleh resettlement ke negara-negara penerima seperti Australia, Kanada, hingga Amerika Serikat.
Mitra mengatakan, penerimaan oleh negara ketiga bukan menjadi keputusan UNHCR. Pasalnya, lembaga ini hanya bekerjasama dengan negara-negara penerima untuk membantu pengungsi yang paling rentan dan mempunyai risiko perlindungan di negara suaka.
Dalam penjelasan yang turut diunggah dalam akun Instagram UNHCR Indonesia, pengungsi tidak dapat memilih negara ketiga yang akan menerima mereka. Dalam hal ini, pemerintah dari berbagai negara ketiga setiap tahunnya memberikan informasi kepada UNHCR terkait jumlah pengungsi yang akan mereka terima.
Baca Juga: Pervez Musharraf Meninggal di Pengasingan, Akibat Penyakit Langka yang Dideritanya Menahun
Negara-negara penerima juga menetapkan kriteria kelayakan atau kasus seperti apa yang dapat mereka terima. Selain itu, penempatan para pengungsi ke negara ketiga bukanlah sebuah hak.
Negara penerima hanya menawarkan kuota yang terbatas. Artinya, mayoritas pengungsi tidak dapat memperoleh penempatan ke negara ketiga meskipun mereka membutuhkan perlindungan dan perlu dipersatukan kembali dengan keluarganya.
UNHCR juga memprioritaskan kasus-kasus yang paling mendesak untuk direkomendasikan. Tak hanya itu, UNHCR terus berupaya mengadvokasi negara-negara penerima agar kuota penempatan ke negara ketiga meningkat setiap tahunnya, dengan tetap mengusahakan jalur-jalur lainnya termasuk sponsor pribadi apabila memungkinkan.
Seluruh rangkaian proses penempatan ke negara ketiga tergantung pada beberapa sesi wawancara, pemeriksaan, yang seringkali memakan waktu beberapa tahun lamanya."Kami selalu ingatkan kepada mereka bahwa penerimaan resettlement adalah keputusan yang dibuat oleh negara penerimanya, bukan UNHCR," ucap Mitra.
Kematian Sang Ayah
Rahima merangkai jalinan peristiwa itu secara terbata-bata saat ku jumpai di indekos tempat dia tinggal di kawasan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 13 Desember 2022 lalu. Di beranda indekos, Rahima kembali mengingat serangkaian aksi unjuk rasa yang kerap dia ikuti bersama para pengungsi Afghanistan di depan gedung UNHCR. "Hidup kami habis di sini, tidak bisa apa-apa. Tidak bisa bekerja atau sekolah," ucap Rahima seraya mengenang setiap unjuk rasa yang dia ikuti.