Berdasarkan rumusan tersebut, menurut Kai Cholil bisa diketahui bahwa tidak ada perkawinan yang dianggap sah di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Adapun ketentuan ini menunjukan jika perkawinan dinyatakan sah apabila ditetapkan berdasarkan dengan hukum agama yang berlaku.
Sama seperti keputusan di atas, melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 4 disebutkan bahwa, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”.
2. Bertentangan dengan Hukum Islam yang Melarang Tegas Pernikahan Beda Agama
Sebagaiman diatur dalam Alquran, salah satunya yaiti dalam surat al-Baqarah ayat 221. Berikut arti surat al-Baqarah ayat 221:
“Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman….”
3. Bertentangan dengan Keputusan Organisasi Islam di Indonesia
Oraganisasi Islam Indonesia, di antaranya Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah secara tegas telah melarang masyarakat menikah beda agama.
4. Pernikahan Beda Agama tidak Dicatat di Disdukcapil
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Teguh Setyabudi buka suara mengenai larangan MA untuk mengabulkan permohonan nikah beda agama ini. Menurutnya, dalam Pasal 35 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan, bahwa pencatatan pernikahan hanya berlaku bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
Sedangkan, perkawinan yang telah ditetapkan oleh pengadilan adalah pernikahan yang dilakukan antarumat berbeda agama dan juha keyakinan.