Suara.com - Universitas Indonesia (UI) resmi menangguhkan gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Penangguhan gelar ini dilakukan setelah muncul berbagai kritik dari masyarakat terkait proses pemberian gelar tersebut.
UI menyampaikan permintaan maaf melalui Ketua Majelis Wali Amanat, Yahya Cholil Staquf, dalam surat edaran dengan Nota Dinas UI Nomor: ND-539/UN2.MWA/OTL.01.03/2024.
Menanggapi penangguhan ini, Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa dirinya belum menerima informasi lengkap mengenai keputusan tersebut.
"Saya belum tahu isinya ya, saya belum tahu isinya. Tapi yang jelas kalau rekomendasinya mungkin sudah dapat, saya sudah dapat," ungkapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Bahlil juga menjelaskan bahwa pemahamannya mengenai penangguhan ini adalah bahwa gelar doktoral di UI tidak sepenuhnya ditangguhkan, melainkan wisudanya dijadwalkan pada Desember 2024.
Bahlil menyatakan bahwa yudisium tahapan kelulusan resmi dijadwalkan pada bulan yang sama, sehingga ia masih dalam proses menunggu penyelesaian administrasi dari UI.
Bahlil juga menegaskan bahwa disertasinya sudah menjalani perbaikan dan dinyatakan selesai. "Kemarin disertasi saya itu sudah diperbaiki. Jadi setelah perbaikan disertasi, baru dinyatakan selesai. Untuk lebih rinci, nanti tanyakan ke pihak UI," tambahnya.
Perjalanan Pendidikan Bahlil Lahadalia
Bahlil Lahadalia memiliki perjalanan pendidikan yang inspiratif. Lahir pada 7 Agustus 1976 di Banda, Maluku Tengah, Bahlil datang dari keluarga sederhana.
Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan ibunya berprofesi sebagai tukang cuci. Meski begitu, riwayat pendidikan Bahlil Lahadalia menunjukkan ketekunan luar biasa.
Bahlil mengawali pendidikannya di SD Negeri 1 Kolaka Timur, lalu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kolaka di Sulawesi.
Setelah lulus, ia pindah ke Fakfak dan melanjutkan sekolah di SMA YAPIS Fakfak. Di masa SMA, Bahlil bekerja sebagai sopir angkot untuk menghidupi dirinya, menunjukkan ketangguhan sejak usia muda.
Kerja kerasnya akhirnya membuahkan hasil ketika ia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay, Jayapura, Papua. Meski sempat terganggu oleh tragedi kerusuhan Mei 1998, Bahlil Lahadalia tetap berhasil menyelesaikan pendidikannya meski di usia 26 tahun.
Selama masa kuliah, Bahlil aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan bahkan dipercaya menjadi Bendahara Umum Pengurus Besar HMI.
Setelah lulus dengan gelar S1, Bahlil memulai karirnya di perusahaan BUMN, Sucofindo, sebelum mendirikan kantor konsultan IT dan keuangan bersama rekan-rekannya.