“Karena kami pandang selama ini pra-peradilan belum menjadi wadah kontrol yang jelas gitu ya dan memberikan atau berorientasi pada keadilan,” katanya.
Terakhir, Fadhil menilai perlu juga ada penguatan dan perbaikan penjaminan hak-hak korban, baik hak-hak yang bersifat prosedural seperti hak atas informasi perkembangan perkara, hak agar perkaranya ditindaklanjuti oleh penegak hukum maupun hak bagi korban untuk mendapatkan pemulihan.
“Berdasarkan subsansi-subsansi tadi, kami meminta dua hal kepada Komisi III DPR RI maupun Badan Keahlian Setjen DPR RI yaitu yang pertama pembahasan KUHAP harus berorientasi pada perbaikan fundamental, terkait dengan sistem peradilan pidana. Jadi bukan hanya revisi yang semu yang hanya untuk mengoperasionalisasikan KUHP nasional di 2026 nanti. Tapi harus betul-betul berorientasi pada perbaikan sistem peradilan pidana mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat terkait sistem peradilan pidana,” pungkasnya.