Suara.com - Dunia hukum Indonesia tengah berduka.
Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam ranah peradilan, Hotma Sitompul, telah berpulang, hari ini, 16 April 2025.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kolega termasuk dunia hukum Indonesia.
Sosok pengacara kondang ini bukan hanya dikenal karena kecemerlangan dan ketajamannya dalam menangani kasus-kasus besar nan pelik, tetapi juga karena perjalanan hidupnya yang penuh warna dan dinamika.
Dari ruang sidang hingga sorotan media, nama Hotma selalu menjadi magnet perhatian baik karena keberaniannya dalam membela klien-klien kontroversial, maupun karena kehidupan pribadinya yang kerap menjadi perbincangan.
Ia bukan sekadar praktisi hukum namun ia adalah simbol dari dedikasi, keberanian, dan keberhasilan yang dicapai lewat kerja keras serta komitmen panjang pada profesi.
Kepergiannya meninggalkan jejak yang dalam di dunia hukum Indonesia, yakni sebuah kehilangan besar, tak hanya bagi keluarga dan rekan sejawat, tetapi juga bagi masyarakat luas yang pernah melihat kiprah dan kontribusinya dalam memperjuangkan keadilan.
Lahir di Tanah Karo, Sumatera Utara, pada 30 November 1956, Hotma Sitompul tumbuh menjadi sosok yang kelak mewarnai panggung hukum nasional.
Ia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), sebuah almamater bergengsi yang telah melahirkan banyak tokoh penting negeri ini.
Baca Juga: Meninggal di RSCM, Ini Deretan Kasus Besar yang Pernah Ditangani Hotma Sitompul
Namun, perjalanan hukumnya tak hanya dibentuk di ruang kuliah, melainkan juga di medan nyata ketika ia bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Di bawah bimbingan langsung Adnan Buyung Nasution, maestro hukum dan pejuang hak asasi manusia, Hotma belajar bahwa hukum bukan sekadar soal pasal dan gugatan, melainkan tentang keberpihakan pada yang lemah dan keberanian membela yang benar.
Tempaan itu menjadi landasan kuat saat ia mendirikan firma hukum Hotma Sitompul & Associates, yang kemudian menjelma menjadi salah satu kantor hukum paling berpengaruh di Indonesia yang dikenal karena menangani kasus-kasus besar, kompleks, dan penuh risiko.
Namun, di balik gemerlap dunia pengacara papan atas, Hotma tak pernah melupakan akar perjuangannya.
Ia mendirikan LBH Mawar Saron, sebagai wujud kepeduliannya terhadap akses keadilan bagi masyarakat kecil. Di sana, ia menunjukkan bahwa menjadi pengacara tidak selalu soal sorotan dan tarif tinggi, tetapi juga tentang pengabdian dan keberanian berpihak pada yang tak bersuara.
Sosoknya adalah cerminan dari dunia hukum Indonesia yang kompleks yakni penuh dedikasi, prestasi, idealisme, namun juga tidak terlepas dari kontroversi.
Namun di balik kesuksesannya, kehidupan pribadi Hotma Sitompul tak luput dari sorotan media. Perseteruan keluarga, konflik rumah tangga, hingga dinamika sosial yang melibatkan namanya, menjadikan dirinya sebagai figur publik yang selalu menarik untuk diikuti—baik di ruang sidang maupun di panggung pemberitaan.
Kehidupan Pribadi
Perceraian Hotma Sitompul dengan Desiree Tarigan menjadi salah satu drama hukum di ranah rumah tangga yang paling menyita perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir.
Bukan sekadar kisah perpisahan pasangan publik figur, kasus ini membuka tabir kehidupan pribadi seorang pengacara kondang yang selama ini dikenal tegas, berwibawa, dan lihai dalam menangani perkara besar.
Proses perceraian tersebut tidak berlangsung tenang. Isu-isu sensitif mulai dari perebutan harta gono-gini hingga tuduhan pengusiran Desiree dari rumah mereka mencuat ke permukaan dan menjadi konsumsi publik.
Perseteruan mereka bahkan melibatkan keluarga besar dan saling lempar pernyataan di hadapan media, menjadikan kisah ini lebih dari sekadar persoalan pribadi, tetapi tontonan publik yang penuh intrik dan emosi.
Publik pun dibuat penasaran dengan detail-detail yang terungkap selama proses hukum berlangsung.
Peristiwa ini memperlihatkan bahwa seberpengaruh dan sekuat apapun seseorang di ranah profesional, ia tetap manusia biasa yang tidak luput dari konflik dan persoalan rumah tangga.
Perceraian tersebut menjadi bab yang kompleks dalam hidup Hotma Sitompul, yang menunjukkan sisi lain dari dirinya yakni sisi yang rentan, penuh tantangan emosional, dan turut membentuk narasi hidupnya di mata publik.
Kasus yang Ditangani
Salah satu kasus paling menyita perhatian publik yang pernah ditangani Hotma Sitompul adalah pembunuhan tragis terhadap seorang gadis cilik di Bali pada tahun 2015.
Kasus ini mengguncang nurani masyarakat karena melibatkan kekerasan terhadap anak di dalam lingkungan rumah tangga, tempat yang seharusnya menjadi ruang paling aman.
Perkara ini menjadi sorotan nasional, bukan hanya karena kekejian peristiwanya, tetapi juga karena sosok-sosok besar di balik persidangan.
Hotma Sitompul tampil sebagai kuasa hukum dari Margriet Megawe, ibu angkat dari korban yang kemudian menjadi tersangka utama dalam kasus pembunuhan tersebut.
Sementara di sisi lain, rival hukumnya adalah Hotman Paris Hutapea, yang mewakili Agus, pembantu rumah tangga yang awalnya dituduh terlibat dan kemudian menjadi saksi penting dalam kasus ini.
Pertarungan dua pengacara papan atas ini menjadikan kasus tersebut tak ubahnya seperti drama ruang sidang yang menegangkan dan penuh strategi, argumentasi hukum yang tajam, dan pertaruhan reputasi. Hotma, yang dikenal tenang namun tajam dalam menyusun pembelaan, berhadapan langsung dengan gaya flamboyan dan agresif khas Hotman.
Persidangan berlangsung dalam sorotan luas media dan masyarakat, dengan tiap langkah, pernyataan, bahkan mimik wajah kedua tokoh hukum itu menjadi bahan pemberitaan.
Di balik gemuruh opini publik dan tekanan luar biasa, Hotma tetap memegang prinsip bahwa setiap orang, tak peduli seburuk apa pun tuduhan yang ditujukan kepadanya, berhak mendapatkan pembelaan hukum.
Sikap profesionalitasnya dalam menangani kasus yang begitu emosional dan sensitif ini menunjukkan sisi lain dari komitmennya terhadap prinsip hukum—bahwa keadilan harus ditegakkan melalui proses yang adil, bukan melalui tekanan massa.
Kasus ini tidak hanya menjadi catatan penting dalam perjalanan karier Hotma Sitompul, tetapi juga menjadi gambaran bagaimana dunia hukum bisa sangat kompleks ketika berhadapan dengan tragedi kemanusiaan dan sorotan publik yang begitu intens.
Rekam jejak Hotma Sitompul dalam dunia hukum tak hanya diwarnai oleh kasus-kasus besar yang melibatkan korporasi atau pejabat tinggi, tetapi juga merambah ke dunia hiburan yang kerap penuh dinamika dan sorotan publik.
Pada tahun 2013, Hotma menjadi kuasa hukum bagi Raffi Ahmad dalam kasus narkoba yang sempat mengguncang jagat selebritas tanah air.
Keberaniannya membela salah satu figur publik paling populer di Indonesia saat itu menunjukkan fleksibilitas dan kepercayaan tinggi yang diberikan klien kepadanya.
Enam tahun berselang, pada 2019, Hotma kembali tampil sebagai pembela dalam kasus perdata antara Baim Wong dan QQ Production milik Astrid, sebuah perseteruan yang membuka sisi lain dari industri hiburan dan kerja sama bisnis di balik layar.
Puncaknya, pada 2022, Hotma kembali menjadi sorotan setelah dipercaya menangani kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Rizky Billar terhadap istrinya, penyanyi dangdut ternama Lesty Kejora.
Dalam kasus ini, Hotma menggantikan posisi sepupunya, Adek Erfil Manurung, untuk membela Rizky Billar—langkah yang membuat publik kembali menyoroti keterlibatannya dalam perkara yang begitu sensitif secara sosial dan emosional.
Keterlibatannya dalam berbagai kasus artis papan atas ini mempertegas reputasi Hotma sebagai pengacara yang mampu bergerak lincah di tengah pusaran media dan opini publik.
Ia tak gentar berhadapan dengan tekanan luar dan tetap mengedepankan prinsip bahwa setiap orang berhak atas pembelaan hukum, tak peduli siapa mereka atau seberapa besar tekanan yang menyertainya.
Dengan ketenangan dan strategi hukumnya yang khas, Hotma berhasil membawa nuansa profesionalitas tinggi di tengah hiruk-pikuk dunia hiburan yang penuh sensasi.