Suara.com - Instruksi Gubernur Jakarta yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) naik angkutan umum setiap hari Rabu, namun tidak memasukan ojek daring sebagai salah satu sarana transportasi umum, diperkirakan bisa merugikan para pengemudi ojol.
Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia mengaku khawatir dengan pemberlakuan kebijakan tersebut bakal berdampak pada berkurangnya pendapatan.
Sebab, separuh dari penumpang ojek online di Jakarta masih didominasi ASN.
"Untuk ASN, baik itu Pemda maupun Pemerintah Pusat, Kementerian atau Lembaga, itu menggunakan ojol ini mungkin bisa mencapai 40 persen. Jadi 60 persen masyarakat umum," kata Ketua Umum Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Raden Igun Wicaksono kepada Suara.com dihubungi Senin (28/4/2025).
Igun mengungkapkan, jumlah ASN yang banyak menggunakan jasa transportasi ojek daring masih signifikan jumlahnya.
Walaupun Instruksi Gubernur (Ingub) Jakarta itu sudah diteken pada 23 Maret lalu, Igun menyampaikan kalau hingga saat ini belum ada komunikasi resmi dari pihak Pemprov terkait kebijakan tersebut.
"Jadi kami memang menunggu adanya undangan atau pembahasan bersama sebelum instruksi ini diterbitkan oleh gubernur," katanya.
Menurut Igun, tidak masuknya ojol dalam Ingub itu juga bisa jadi karena belum adanya perubahan UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Karena dalam UU tersebut angkutan ojol belum turut dimasukan sebagai transportasi umum.
Mobilitas Kerja
Baca Juga: Asosiasi Sayangkan Kebijakan Gubernur DKI Tak Masukan Ojol Dalam Daftar Angkutan Umum Wajib Bagi ASN
Namun, menurut Igun, tingginya jumlah ASN yang menggunakan jasa ojek daring menunjukkan peran penting ojol dalam mendukung mobilitas harian pekerja pemerintahan.