Menurut Abisai, menjaga kebersihan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab semua warga kota.
“Banjir bisa dicegah kalau kita sadar sampah. Karena itu, kami mulai dari diri sendiri. Kami bersama seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) turun langsung melakukan aksi bersih-bersih saat Car Free Day. Kami ingin masyarakat melihat bahwa kami tidak hanya bicara, tapi juga memberi contoh,” katanya.
Pemkot Jayapura sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran kepada semua OPD untuk menjaga kebersihan lingkungan masing-masing.
Namun, hasilnya dinilai belum maksimal. Karena itu, pendekatan kini digeser ke aksi nyata di ruang publik, dengan harapan pesan kebersihan bisa lebih mengena.
“Kami juga meminta OPD menjadi motor penggerak. UMKM, toko-toko, semua harus mulai tertib dalam mengelola sampah. Jangan buang sembarangan,” tegas Abisai.
Program Kota Sadar Sampah ini juga menjadi bagian dari 100 hari kerja Wali Kota Jayapura yang baru. Pemerintah ingin menjadikan budaya bersih sebagai pondasi dalam membangun kota yang sehat dan layak huni.
Langkah Karawang dan Jayapura membuktikan bahwa meskipun tantangan pengelolaan sampah berbeda—baik dari sisi geografis maupun sosial—komitmen kepala daerah menjadi kunci utama.
Karawang fokus pada peningkatan sistem teknis di TPA, sedangkan Jayapura menggerakkan partisipasi masyarakat. Keduanya sama penting.
Dalam konteks lebih luas, inisiatif seperti ini sangat relevan dalam mendorong pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam bidang lingkungan dan tata kelola kota.
Baca Juga: 38 Ton Sampah Terkumpul di Jakarta Selama Aksi May Day
Jika komitmen seperti ini diperluas ke daerah-daerah lain, maka Indonesia akan selangkah lebih dekat pada cita-cita kota bersih, sehat, dan ramah lingkungan.