"Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu," kata Sasongko.
Keempat, membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional. Ia berujar budaya TNI harus dibangun di atas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan.
"Setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI," ucap Sasongko.
Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal. Sasongko mengatakan ralat memang bisa menjadi langkah korektif jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang.
"TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif. Kejadian ini hendaknya menjadi momentum reflektif bagi TNI untuk memperkuat tata kelola kelembagaan dan meningkatkan kepercayaan publik. Sebab sebagai penjaga kedaulatan negara, stabilitas internal TNI adalah salah satu fondasi utama keamanan nasional," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meralat mutasi perwira tinggi TNI, satu hari setelah diumumkan. Keputusan meralat mutasi itu tertuang dalam Keputusan 554a /IV /2025 pada 30 April 2025. Agus meralat mutasi yang sebelumnya tercantum dalam Surat Keputusan 554 yang ditandatangani 29 April 2025.
Dari 237 perwira tinggi, diketahui pembatalan mutasi dilakukan terhadap tujuh perwira, salah satunya adalah Letjen TNI Kunto Arief Wibowo. Anak Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno itu sebelumnya akan digantikan Laksda Hersan di posiai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), namun mutasi dibatalkan.
"Padahal, mutasi sebelumnya sebenarnya sudah sesuai kebutuhan dengan kembalinya Komando
Gabungan Wilayah Pertahanan I (Kogabwilhan I) dijabat oleh pati TNI AL. Di mana, TNI meletakkan prioritas pertahanan laut di wilayah barat Indonesia. Apalagi mengingat adanya ekskalasi di Kawasan Laut China Selatan," ujar Sasongko.
Baca Juga: Anas Urbaningrum Bicara Soal Letjen Kunto Arief Putra Try Sutrisno Batal Dimutasi, Begini Katanya