Namun ketika itu, Johny yang baru saja menjabat selama 17 jam, tiba-tiba diganti oleh Letjen (Purn) Djamari Chaniago. Keputusan itu menurutnya juga tak lepas dari kepentingan politik.
"Johny Lumintang jadi Pangkostrad dulu itu hanya 17 jam kemudian dicopot juga karena alasan politis. Nah Kunto juga saya kira seperti itu,” ungkap Made kepada Suara.com.
Tarik menarik kepentingan di tubuh TNI menurut Made bukan hal baru, apalagi di tingkatan perwira tinggi.
Sebab, jabatan seorang jenderal seringkali dinilai sebagai jabatan politis hingga turut melibatkan pihak luar.
"Di dalam TNI sendiri juga ada faksionalisme. Ada yang setia pada TNI, ada juga yang mendekatkan diri dengan ini dan itu. Itu selalu ada," bebernya.
Kondisi tersebut, kata Made, semakin diperparah lantaran wewenang perwira tinggi TNI menjabat jabatan sipil semakin diperluas. Sehingga mereka akhirnya semakin aktif 'berpolitik'.
"Sekarang mereka terlibat di mana-mana. Itu akibatnya mereka ingin ada dalam politik terus-menerus," jelasnya.
Sementara Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi membantah adanya kepentingan politik di balik keputusan Panglima TNI mutasi Kunto yang kemudian dibatalkan.
Ia mengklaim alasan keputusan mutasi Kunto dan enam perwira tinggi TNI tersebut ditangguhkan karena ada beberapa yang belum bisa bergeser dari jabatannya dan tidak terkait isu pemakzulan Gibran.
Baca Juga: Presiden Prabowo Sebut Soeharto Tidak Mau Berkuasa dengan Senjata, Ini Alasannya