Suara.com - Penyidik Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya baru saja mengungkap kasus pemerasan bermodus video call sex (VCS) yang melibatkan dua tersangka MD dan I yang merupakan kakak beradik. Meski telah memakan banyak korban, namun hanya sedikit orang yang mau membuat laporan polisi.
Kasubdit IV Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon mengatakan, mayoritas korban enggan membuat laporan lantaran takut jika videonya disebarluaskan oleh tersangka.
“Intinya ini subjektif ya, berani dan tidak. Yang pasti sebagian besar korban takut, karena, video privasi itu ada pada pelaku,” kata Herman saat ditemui awak media di Polda Metro Jaya, Selasa (6/5/2025).
Korban, lebih memilih bungkam, kata Herman, karena takut informasi tentang dirinya tersebar ke pihak keluarga. Terlebih, sejumlah korban telah memiliki istri dan suami.
![Ilustrasi Video Call Sex.[Digtara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/05/19/45514-ilustrasi-vcs.jpg)
“Mereka takut informasi tersebut tersebar ke keluarga, atau yang sudah berkeluarga takut video itu diketahui istri atau suaminya,” jelasnya.
“Jadi hal-hal yang bersifat privasi ini kembali lagi ke unsur subjektif korban,” ucapnya.
Ringkus Kakak-Beradik
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah membongkar aksi pemerasan dengan modus VCS. Dalam pengungkapan kasus ini, polisi telah meringkus dua tersangka, yakni MD dan I yang tak lain adalah kakak-beradik.
Kasubdit IV Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon menuturkan, peristiwa ini bermula ketika tersangka MD membuat akun sosial media, Bigo. Di sana ia mengunggah konten-konten menarik, dan berpura-pura sebagai seorang wanita.
Baca Juga: Prabowo Buka Peluang Bertemu Jenderal Try Sutrisno dkk, Nasib Wapres Gibran di Ujung Tanduk?
“Jadi dia berpura-pura, seolah-olah menjadi sosok seorang perempuan yang cantik. Sehingga nanti akan ada korban yang tertarik untuk berkomunikasi dan melakukan pertemanan,” kata Herman di Polda Metro Jaya, Selasa kemarin.
Raup Cuan Ratusan Juta
Berdasarkan pengakuan kepada polisi, tersangka MD mengaku telah melakukan aksi pemerasan sejak tahun 2024 silam. Cuan yang dihasilkannya pun tak tanggung-tanggung, mencapai Rp100 juta.

“Pengakuan pelaku, aksi ini sudah dilakukan sejak tahun 2024. Keuntungannya Rp100 juta, dan digunakan untuk kehidupan sehari-hari,” beber AKBP Herman.
Dalam kasus ini, polisi baru bisa menangkap tersangka MD. Sementara tersangka I berhasil meloloskan diri saat disergap oleh petugas. Lantaran masih buron, polisi telah memasukan identitas tersangka I dalam daftar pencarian orang alis DPO.
“Pelaku MD juga melakukan kejahatan tersebut bersama dengan saudara kandungnya, kakak laki-lakinya yang berusia 27 tahun. Sementara kami akan lakukan penyelidikan lebih lanjut karena pada saat ditangkap, DPO ini tidak ada di tempat,” ungkap Herman.
Dasil hasil penangkapan terhadap tersangka MD, petugas menyita dua unit handphone yang digunakan tersangka untuk melakukan VCS dan memeras para korbannya yang terkena jebakan batman.
Selain itu, polisi juga telah menyita barang bukti lainnya seperti beberapa rekening perbankan yang digunakan untuk menampung dana hasil kejahatan dan juga akun-akun media sosial yang digunakan pelaku serta beberapa video vulgar yang digunakan para tersangka untuk mengincar korban-korbannya.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka MD kini harus mendekam di penjara. Dia dijerat dengan Pasal 27B Juncto Pasal 45 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE yaitu tindak pidana pemerasan yang dilakukan melalui media elektronik.