Suara.com - Guru Besar dan Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (UNPAD) menyampaikan keprihatinannya terhadap sejumlah kebijakan yang dibuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dalam pernyataan Maklumat Padjadjaran yang dibacakan di Gedung Koeswadji UNPAD, Jalan Eyckman, Kota Bandung, Senin (19/5/2025), mereka menilai kebijakan yang telah diwacanakan dan atau ditempuh tidak hanya mencederai tata kelola sistem pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan nasional saja.
Namun, berpotensi juga meruntuhkan pilar-pilar etik, profesionalisme, dan otonomi keilmuan yang selama ini menjadi dasar keberlangsungan sistem kesehatan yang bermartabat dan berkeadilan.
"Kementerian Kesehatan RI telah bertindak melebihi kewenangan yang semestinya melekat pada jabatan sebagai pejabat negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan," kata Prof. Dr. Endang Sutedja mewakili forum guru besar.
![Guru Besar FK UNPAD bacakan Maklumat Padjadjaran di Gedung Koeswadji UNPAD, Jalan Eyckman, Kota Bandung, Senin (19/5/2025). [Suara.com/Rahman]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/19/83352-guru-besar-unpad.jpg)
Pasca penerbitan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023, Menkes secara ekspansif mengambil alih fungsi desain dan pengelolaan pendidikan tenaga medis, termasuk pembentukan kolegium versi pemerintah tanpa partisipasi organisasi profesi dan universitas.
Kemudian penyederhanaan jalur kompetensi profesi medis melalui pelatihan teknis singkat, serta penerapan kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (RSPPU) secara unilateral, tanpa kerangka pendidikan tinggi.
Kebijakan pelaksanaan RSPPU yang cenderung sepihak dan mengabaikan ketentuan perundang-undangan menghapus peran universitas sebagai institusi akademik yang sah, melanggar prinsip otonomi ilmiah dan tridharma perguruan tinggi, serta berpotensi merusak mutu pendidikan spesialis dan sistem jaminan mutu pendidikan nasional.
"Tindakan tersebut telah mengabaikan fungsi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai otoritas penyelenggara pendidikan tinggi," ucapnya.
"Pendidikan profesi medis bukan domain administratif kementerian teknis, melainkan bagian dari sistem akademik nasional," jelasnya.
Baca Juga: Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp319 M, Eks Pejabat Kemenkes Dituntut 4 Tahun Penjara
Lebih lanjut Endang mengatakan, saat rumah sakit vertikal menjadi pusat pendidikan tanpa integrasi akademik, fungsi keilmuan, evaluasi akademik, dan pertanggungjawaban publik terhadap mutu lulusan menjadi lenyap.
Tata kelola rumah sakit vertikal sebagai institusi pelayanan dan pendidikan klinik berada dalam kondisi rapuh dan tidak tersentuh reformasi.
![Guru Besar FK UNPAD bacakan Maklumat Padjadjaran di Gedung Koeswadji UNPAD, Jalan Eyckman, Kota Bandung, Senin (19/5/2025). [Suara.com/Rahman]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/19/76008-guru-besar-unpad.jpg)
Kasus-kasus pelanggaran etik dan hukum tidak ditindak sebagai masalah sistemik, tetapi dijadikan dalih untuk mendiskreditkan institusi akademik dan organisasi profesi.
"Ini adalah bentuk pemindahan tanggung jawab (displacement of accountability) yang tidak etis dan membahayakan sistem," ujarnya.
"Komunikasi publik Menteri Kesehatan tidak mencerminkan etika pejabat negara. Berbagai pernyataan spekulatif, tendensius, dan menyerang profesi secara menyeluruh memperburuk kepercayaan publik terhadap dokter dan lembaga pendidikan tinggi," tegasnya.
Endang mengatakan, dalam konteks demokrasi modern, komunikasi seorang menteri tidak sepatutnya menjadi alat framing kekuasaan, melainkan cerminan akal sehat negara.
Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar FK UNPAD lainnya Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap kepemimpinan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
"Dengan ini kami menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, untuk segera mengevaluasi dan mempertimbangkan figur kepemimpinan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, karena kuat diduga telah terbukti melewati batas kewenangan sektoral dan mengambil alih fungsi pendidikan tinggi," tegasnya.
Johanes Cornelius Mose mengatakan, menjalankan kebijakan RSPPU yang bertentangan dengan sistem akademik nasional, merusak integritas keilmuan dan otonomi profesi medis, mengabaikan prinsip etik, transparansi, dan kolaborasi dalam perumusan kebijakan publik.
Guru Besar FK UNPAD ini juga meminta DPR untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Reformasi Kesehatan Nasional, guna menyelidiki dampak kebijakan Kemenkes terhadap sistem pendidikan dokter, tata kelola RS vertikal, serta hubungan lintas kementerian dan antar institusi negara.
Selain itu, mengajak kepada Seluruh elemen bangsa untuk menolak segala bentuk penyelenggaraan pendidikan kedokteran di luar sistem akademik yang sah, karena pendidikan dokter adalah pengabdian berbasis nilai.
"Bukan produksi tenaga kerja instan, untuk membangun kembali kolaborasi etis antara negara, universitas, rumah sakit, dan profesi, demi keselamatan pasien dan keadilan kesehatan di masa depan," pungkasnya.
Kontributor : Rahman