Kejagung Jerat 3 Tersangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit PT Sritex

Kamis, 22 Mei 2025 | 08:01 WIB
Kejagung Jerat 3 Tersangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit PT Sritex
Mantan pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Mulanya, Kejagung menaruh curiga dengan PT Sritex lantaran perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut pernah mendapat keuntungan yang cukup signifikan pada tahun 2021 lalu.

Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc]
Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc]

Pada tahun tersebut, PT Sritex mencatatkan dalam laporan keuangannya memiliki keuntungan mencapai USD1,08 miliar atau mencapai Rp 15,65 triliun.

Padahal setahun sebelumnya, atau pada tahun 2020 silam, keuntungan PT Sritex hanya USD85,32 atau setara Rp1,24 triliun.

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ucapnya.

Qohar mengemukakan lonjakan tersebut yang kemudian menjadi titik tolak perhatian.

"Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik Kemudian PT Sritex TBK dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit nilai total understanding atau tagihan yang belum dilunasi Hingga bulan Oktober tahun 2024 Sebesar Rp3,588 triliun," ujarnya.

Pengajuan kredit yang dilakukan oleh PT Sritex, diduga dilakukan secara melawan hukum lantaran dilakukan tanpa adamya analisa yang memadai dan menaati prosedur yang telah diterapkan.

“Satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga peringkat kit dan modis disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman TBK Hanya memperoleh predikat BB min Atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi,” jelasnya.

Padahal, pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A.

Baca Juga: Dirut Sritex Ditangkap: Usahanya Punya Utang Rp25 Triliun ke 28 Pihak

“Seharusnya dilakukan sebelum diberikan kredit Sehingga perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian,” tuturnya.

Mantan Dirut Bank DKI Zainudin Mapa (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc]
Mantan Dirut Bank DKI Zainudin Mapa (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc]

Iwan Setiawan, selaku Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk, seharusnya mendapat dana dari PT BJB dan PT Bank DKI. Namun faktanya, dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit yaitu modal kerja.

Dana tersebut, justru disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya.

“Yaitu untuk modal kerja Tetapi disalahgunakan Untuk membayar hutang Dan membeli aset non-produktif Sehingga tidak sesuai dengan Peruntukan yang seharusnya,” ucapnya.

Seharusnya, kredit yang diberikan oleh PT BJB dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sritex yang macet dengan volatibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara.

"Karena nilai lebih kecil dari nilai pemberian pinjaman kredit, serta tidak dijadikan sebagai jaminan atau agunan," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI