Suara.com - Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, tengah menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) mengamankannya terkait dugaan kasus korupsi. Dugaan ini diduga kuat berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit dari sejumlah perbankan, sebuah permasalahan yang menambah daftar panjang tantangan finansial yang dihadapi raksasa tekstil nasional tersebut. Penahanan Iwan Lukminto ini sontak mengejutkan banyak pihak, mengingat posisinya sebagai pucuk pimpinan di salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara dan sebagai penerus legasi sang ayah, H.M. Lukminto, pendiri Sritex.
Profil dan Peran Iwan Lukminto di Sritex
Iwan Kurniawan Lukminto resmi menjabat sebagai Direktur Utama Sritex Group sejak tahun 2023. Perjalanannya di perusahaan ini dimulai jauh sebelumnya, tepatnya pada tahun 2005, saat ia pertama kali bergabung sebagai direktur. Sebagai putra dari pendiri Sritex, H.M. Lukminto, Iwan memiliki peran krusial dalam keberlanjutan dan pengembangan bisnis keluarga yang telah berdiri selama puluhan tahun. Di bawah kepemimpinannya, Sritex, sebuah perusahaan yang telah menorehkan sejarah panjang di industri tekstil, kini menghadapi ujian berat, baik dari sisi operasional maupun hukum.
Tumpukan Utang yang Membelit Sritex
Sorotan terhadap Iwan Lukminto dan dugaan korupsi ini tidak dapat dipisahkan dari kondisi keuangan Sritex yang memang sedang tidak baik-baik saja. Perusahaan dengan kode emiten SRIL ini diketahui memiliki tumpukan utang yang fantastis kepada sejumlah pihak, khususnya bank. Berdasarkan putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dikeluarkan oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin, 21 Oktober 2024 lalu, terungkap bahwa Sritex memiliki utang kepada 28 bank.
Kondisi ini bukanlah hal baru. Sebelum dinyatakan pailit oleh pengadilan, Sritex yang telah beroperasi selama 36 tahun ini memang telah mengalami kesulitan keuangan serius sejak tahun lalu. Kesulitan ini berujung pada akumulasi utang yang membengkak, mencapai angka yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per Juni 2024, total utang Sritex tercatat mencapai US$1,6 miliar, atau setara dengan sekitar Rp25 triliun (dengan kurs Rp15.695 per dolar AS). Angka ini terbagi menjadi utang jangka pendek sebesar US$131,42 juta dan utang jangka panjang sebesar US$1,47 miliar. Mayoritas utang tersebut didominasi oleh utang bank dan obligasi, menunjukkan ketergantungan perusahaan pada pembiayaan eksternal.
Yang lebih mencemaskan adalah fakta bahwa jumlah utang Sritex jauh lebih besar dibandingkan dengan total aset perusahaan. Per Juni 2024, total aset Sritex hanya tercatat sebesar US$653,51 juta, atau sekitar Rp10,12 triliun. Ketidakseimbangan antara utang dan aset ini menjadi indikator kuat bahwa perusahaan berada dalam posisi keuangan yang sangat rentan.
Daftar Bank Pemberi Utang kepada Sritex
Baca Juga: Utang Makin Tinggi, Negara Amerika Mau Dijual di Pasar Saham?
Laporan keuangan tersebut juga merinci daftar 28 bank yang menjadi kreditur Sritex, baik bank domestik maupun internasional. Skala utang ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan Sritex dalam mencari pembiayaan dan betapa besarnya kepercayaan yang pernah diberikan oleh institusi keuangan kepada perusahaan ini. Berikut adalah daftar bank yang tercatat memiliki piutang dari Sritex:
- PT Bank Central Asia Tbk: US$82 juta
- State Bank of India, Singapore Branch: US$43 juta
- PT Bank QNB Indonesia Tbk: US$37 juta
- Citibank N.A., Indonesia: US$36 juta
- PT Bank Mizuho Indonesia: US$34 juta
- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk: US$33 juta
- PT Bank Muamalat Indonesia: US$25 juta
- PT Bank CIMB Niaga Tbk: US$25 juta
- PT Bank Maybank Indonesia Tbk: US$25 juta
- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah: US$24 juta
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk: US$24 juta
- MUFG Bank Ltd: US$24 juta
- Bank of China (Hong Kong) Limited: US$22 juta
- PT Bank KEB Hana Indonesia: US$22 juta
- Taipei Fubon Commercial Bank Co, Ltd: US$20 juta
- Woori Bank Singapore Branch: US$20 juta
- Standard Chartered Bank: US$20 juta
- PT Bank DBS Indonesia: US$18 juta
- PT Bank Permata Tbk: US$17 juta
- PT Bank China Construction Indonesia Tbk: US$15 juta
- PT Bank DKI: US$9,1 juta
- Bank Emirates NBD: US$9 juta
- ICICI Bank Ltd Singapore Branch: US$7 juta
- PT Bank CTBC Indonesia: US$7 juta
- Deutsche Bank AG: US$6,9 juta
- PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk: US$5 juta
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk: US$4,5 juta
- PT Bank SBI Indonesia: US$4,4 juta
Kasus dugaan korupsi yang menjerat Iwan Lukminto ini menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi Sritex. Selain harus berjuang untuk melunasi tumpukan utangnya, perusahaan juga harus menghadapi implikasi hukum dari dugaan penyimpangan dalam fasilitas kredit yang diterimanya.
Kontributor : Rizqi Amalia