Suara.com - Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla alias JK, menegaskan seorang pemimpin harus berani mengambil kebijakan yang cepat dan tepat.
Saat negara menghadapi badai atau krisis. Jika tidak, maka sebuah negara bisa menjadi kacau dan persoalannya tidak pernah selesai.
"Seorang pemimpin harus segera mengambil kebijakan secara cepat dan tidak keliru. Jika keliru, maka persoalan negara tidak akan selesai," kata JK saat memberikan Kuliah Umum MEET THE LEADERS "LEADING THROUGH THE STORM: RESILIENT LEADERSHIP IN TIME OF CRISES " di Auditorium Benny Subianto, Universitas Paramadina, Trinity Tower Lt. 45. Jln.HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, sabtu (24/05/2025).
Kecepatan mengambil kebijakan, lanjut JK, tidak didasari asal berani begitu saja. Melainkan membutuhkan kejelian serta betul-betul memahami akar persoalan badai yang sedang dihadapi.
"Mengambil kebijakan dan keputusan harus punya dasar yang kuat, harus bermanfaat untuk masyarakat banyak serta memiliki pengetahuan yang luas tentang akar masalahnya," tambah JK lagi.
"Hal itu penting agar pengambilan keputusan itu berani tapi tidak keliru," imbuhnya.
Ia mencontohkan kebijakan Presiden Amerika Donald Trump yang juga dikenal dengan Tarif Trump.
JK menilai kebijakan tersebut berani namun keliru dan tidak memahami persoalan sebenarnya.
"Tanpa sadar, Tarif Trump justru merugikan rakyat dan pengusaha Amerika Sendiri karena rakyat Amerika akan membeli barang-barang impor lebih mahal. Begitulah sebuah kebijakan yang diambil tanpa mengetahui persoalan sebenarnya," beber JK lagi.
Baca Juga: Gara-gara Kebijakan Trump, Tambahan Pajak Rp4 Juta untuk Pengguna Mobil Listrik Siap Menanti
Kebijakan Trump itu akhirnya memperparah Trade War yang turut mempersulit kondisi semua negara di dunia.
Meski begitu, menurut JK, Indonesia sebetulnya tidak terlalu dirugikan dengan kebijakan Trump. Meski efeknya tetap ada, namun sebenarnya kecil karena ekspor Indonesia ke Amerika hanya 10 persen.
Akibat kekacauan politik dan ekonomi dunia, menyebabkan pertumbuhan ekonomi global turun dari semula 3,7 menjadi hanya 2,8 persen dalam waktu dua bulan kebijakan tarif Trump dikeluarkan.
Penurunan ekonomi global itu pun berdampak pula pada Indonesia yang pertumbuhan jadi melambat.
Dari rencana 5,2 persen pertumbuhan ekonomi menjadi hanya 4,8 persen.
Ditambah adanya hutang menumpuk dan defisit tinggi akibat periode pemerintahan sebelumnya, akhirnya jalan efisiensi diambil oleh pemerintah Prabowo saat ini.