suara hijau

Menakar Insentif Untuk Mobil Listrik Pabrikan Dalam Negeri, Seberapa Efektif Kurangi Polusi Udara?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 28 Mei 2025 | 08:28 WIB
Menakar Insentif Untuk Mobil Listrik Pabrikan Dalam Negeri, Seberapa Efektif Kurangi Polusi Udara?
Ilustrasi mobil listrik. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah akan menghentikan insentif untuk mobil listrik impor utuh (Battery Electric Vehicle/BEV CBU) mulai 2025. Insentif ke depan hanya akan diberikan kepada produsen yang memproduksi atau merakit BEV di dalam negeri.

Saat ini, BEV CBU menikmati fasilitas bea masuk 0 persen (dari seharusnya 50 persen), PPnBM 0 persen (dari 15 persen), dan total pajak hanya 12 persen (dari 77 persen). Namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 12/2025, keistimewaan ini tak akan lagi berlaku bagi BEV CBU.

Mulai tahun depan, insentif seperti PPnBM 0 persen dan PPN-DTP 10 persen (sehingga PPN hanya 2 persen) hanya diberikan untuk BEV yang diproduksi atau dirakit di Indonesia.

Mewakili ENTREV, Eko Adji Buwono menilai kebijakan ini sebagai upaya pemerintah menarik produsen global untuk membangun pabrik di Indonesia dan menciptakan efek berganda bagi ekonomi lokal.

Ilustrasi mobil listrik. (Pexels)
Ilustrasi mobil listrik. (Pexels)

"Pemerintah telah mengusahakan yang terbaik untuk mendorong adopsi kendaraan listrik dan membangun ekosistem industrinya di Indonesia melalui berbagai relaksasi pajak dan insentif lainnya," ucapnya.

Menurutnya, beberapa produsen sudah menunjukkan komitmen investasi jangka panjang. Karena itu, ia optimistis insentif pemerintah masih akan dinikmati oleh pengguna dan produsen BEV di masa mendatang.

“ENTREV akan terus berkolaborasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan agar transisi ke kendaraan listrik makin mudah bagi masyarakat,” tutupnya.

Eko juga melihat bahwa telah banyak pabrikan BEV yang berkomitmen untuk berinvestasi besar dan membangun pabrik di dalam negeri. Sehingga, pihaknya melihat insentif dari pemerintah masih akan dinikmati oleh produsen dan pengguna BEV di masa depan.

"Berbagai insentif yang diberikan pemerintah berperan besar dalam meluaskan adopsi kendaraan listrik. Untuk itu, ENTREV akan terus berkolaborasi dengan pemerintah dan stakeholder terkait untuk semakin memudahkan masyarakat dalam proses transisi ini," tutup Eko.

Baca Juga: BYD Pangkas 5 Fitur Atto 3 Demi Harga yang Lebih Kompetitif

Benarkah mobil listrik efektif kurangi polusi udara?

Mesin pembakaran konvensional memang menghasilkan zat kimia berbahaya, karbon monoksida, jelaga, dan nitrogen oksida, yang menyebabkan kabut asap dan merusak kesehatan, terutama di kota-kota besar.

Negara seperti Norwegia dan Cina menunjukkan bahwa adopsi kendaraan listrik dapat memperbaiki kualitas udara secara signifikan. Bahkan, riset di AS menemukan bahwa peningkatan kecil dalam penggunaan EV (electric vehicle) sudah mampu menurunkan kasus asma yang membutuhkan rawat inap.

Namun, efek positif kendaraan listrik tidak bisa instan. Jika dilihat dari seluruh siklus hidupnya—produksi, pengiriman, penggunaan, hingga daur ulang—emisi kendaraan listrik hanya sekitar 12 persen dibanding kendaraan berbahan bakar fosil. Tapi angka itu baru berarti jika EV menjadi mayoritas di jalanan.

Masalahnya, saat ini EV masih minoritas. Di Australia misalnya, meski penjualan kendaraan listrik baru mencapai 8 persen pada 2023, hanya 1,2% dari total armada kendaraan di jalan yang benar-benar EV. Dari 15 juta lebih kendaraan penumpang, hanya sekitar 181.000 yang listrik.

Artinya, jika tidak ada upaya besar-besaran, transisi ini bisa makan waktu belasan hingga puluhan tahun. Di sinilah kebijakan pemerintah seperti Standar Energi Kendaraan Baru dan insentif pajak memainkan peran penting. Tanpa dorongan ini, EV akan tetap jadi barang mahal dan asing bagi banyak orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI