Suara.com - Jangan pernah menormalisasi kasus bullying yang terjadi di manapun karena itu dinilai menormalisasi tindak kekerasan.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita mengingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menormalisasi kasus bullying yang terjadi dimana pun.
Pada dasarnya, dia melihat jika kasus bullying itu tidak hanya dilakukan dalam sekali kejadian tapi justru dilakukan beberapa kali dan berulang.
"Perlu dipahami bahwa kasus bullying tidak pernah hanya dalam sekali kejadian. Ada unsur keberulangnya," ucapnya dalam keterangan yang diterima Suara.com pada Sabtu 31 Mei 2025.
Melihat fenomena berulang ini, Dian Sasmita pun mengingatkan untuk melakukan deteksi dini dan merespons cepat atas kasus bullying merupakan hal yang sangat penting.
"Jangan pernah menganggap 'enteng' perilaku bullying yang terjadi. Respon yang cepat dan deteksi dini dapat minimalisir dampak lebih buruk dari perilaku bullying," tegasnya.
Dia mengungkapkan, semua itu dilakukan baik bagi korban dan juga yang melakukan bullying.
Bahkan, termasuk lingkungan sosial mereka dan juga termasuk keluarga para anak tersebut.
“Ingat normalisasi bullying sama dengan normalisasi kekerasan,” imbuhnya.
Baca Juga: Siswa SD di Riau Tewas Diduga Dibully karena Beda Agama, Pemerintah Dituntut Serius Soal Bullying
Untuk itu, menurut Dian Sasmita, penyelesaian kasus bullying perlu pelibatan banyak pihak.
"Di UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) dan Konvensi Hak Anak mengenal prinsip dasar kepentingan terbaik bagi si anak. Prinsip ini terjawab dengan penggunaan pendekatan keadilan restoratif. Yakni Keadilan yang bertujuan memulihkan korban, masyarakat, dan anak yang terlibat dalam konflik hukum," jelasnya.
Menurut dia, semua pihak perlu difasilitasi pemulihannya sampai ada perubahan perilaku positif oleh semua yang terkait kasus bullying.
"Pencegahan bullying tentu bisa. Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan UUPA menjadi payung regulasi," tambah Dian Sasmita.
Namun, dia menambahkan, aturan hukum tersebut dapat membawa perubahan jika setiap perangkat yang ada sudah terbangun perspektifnya bahwa bullying ini adalah kekerasan.
"Sehingga setiap ada indikasi perilaku bullying harus direspon. Tingkatan respon tentunya memperhatikan bentuk dan dampak bullying yang terjadi," jelasnya.