suara hijau

Sampah Plastik Kian Mengkhawatirkan Hingga Lintas Batas, Perlu Gerak Cepat dan Kolaborasi

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 02 Juni 2025 | 15:58 WIB
Sampah Plastik Kian Mengkhawatirkan Hingga Lintas Batas, Perlu Gerak Cepat dan Kolaborasi
Pekerja memilah sampah botol plastik untuk diolah di Waste Treatment Plant Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masalah sampah plastik di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Bahkan, cenderung memburuk.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan bahwa jika tidak ada langkah tegas dan kolaboratif, dampaknya akan meluas hingga lintas batas negara.

Sampah plastik ini, khususnya yang masuk ke laut, akan menyebabkan transboundary pollution,” ujar Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/BPLH, Rasio Ridho Sani, dalam Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup 2025 yang digelar daring dari Jakarta, Senin (2/6/2025), seperti dikutip dari ANTARA.

Ia menambahkan bahwa banyak pantai di Indonesia sudah terdampak. Sampah plastik bukan hanya mencemari, tapi juga mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat pesisir.

Pekerja memilah sampah botol plastik untuk diolah di Waste Treatment Plant Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Pekerja memilah sampah botol plastik untuk diolah di Waste Treatment Plant Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Data menunjukkan masalah ini semakin serius. Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari 34,2 juta ton sampah yang tercatat di 317 kabupaten/kota pada 2024, hampir 20 persen merupakan sampah plastik.

Ini menjadikan plastik sebagai jenis sampah terbesar kedua setelah sisa makanan.

Trennya pun mengkhawatirkan. Pada 2010, sampah plastik hanya 11 persen dari total timbulan sampah. Namun, pada 2023 angkanya melonjak menjadi 19,26 persen. Dan dari jumlah tersebut, hanya 7 persen yang berhasil didaur ulang.

Artinya, sebagian besar plastik tetap berakhir di lingkungan terbuka, sungai, dan laut.

“Kalau seandainya sampah plastik ini tidak kita tangani dengan serius, maka jumlah sampah plastik yang akan mengancam lingkungan bisa mencapai 50 persen dari total sampah,” jelas Rasio.

Baca Juga: Bye-bye TPA Menggunung! Jombang Kirim 10 Ton RDF Sampah Jadi Bahan Bakar Semen

Secara global, skala ancaman ini lebih besar lagi. United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan sekitar 9–14 juta ton sampah plastik masuk ke lautan pada 2020. Angka ini bisa melonjak hingga 23–37 juta ton pada 2040 dan bahkan 155–265 juta ton pada 2060 jika tidak ada tindakan berarti.

Perkuat Regulasi

Untuk itu, KLH/BPLH mengambil berbagai langkah. Di antaranya mendorong tanggung jawab produsen untuk menarik kembali sampah plastik sekali pakai yang mereka hasilkan. Selain itu, impor sampah plastik sebagai bahan baku daur ulang juga akan dihentikan secara bertahap.

Pemerintah pusat juga memberi dukungan penuh pada kebijakan daerah yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Sejumlah kota sudah mulai menerapkan larangan kantong plastik. Ini menjadi langkah awal yang perlu direplikasi secara nasional.

2025 Jadi Tahun Kritis

Tak hanya itu. Pemantauan kinerja pengelolaan sampah di setiap daerah akan dilakukan setiap hari dan bulan. Langkah ini bertujuan memastikan setiap daerah bergerak sesuai target yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN.

“Kami akan kawal langsung realisasinya. Setiap daerah harus patuh, karena waktu dua tahun ke depan adalah masa kritis. Tidak ada alasan untuk tidak bergerak,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq dalam pernyataannya, Senin (2/6).

Dalam RPJMN, pemerintah menargetkan 51,21 persen sampah dapat dikelola pada 2025. Angka ini akan ditingkatkan hingga 100 persen pada 2029. Langkah ini disebut sebagai tonggak penting untuk menghindari ledakan darurat sampah.

Hanif juga meminta seluruh kepala daerah segera mengevaluasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di wilayah masing-masing. Kunjungan lapangan seperti yang dilakukan di TPA Tamangapa Antang, Makassar, menjadi bentuk nyata keseriusan pemerintah pusat.

Ia menegaskan bahwa dukungan teknis, pendanaan, hingga asistensi regulasi akan diberikan demi mempercepat transisi menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih modern dan aman.

Kolaborasi Jadi Kunci

Revisi Peraturan Presiden tentang waste to energy untuk 33 kota besar penghasil sampah juga sedang difinalisasi. Tapi, Hanif menegaskan bahwa urusan sampah bukan tanggung jawab pemerintah saja.

“Tidak bisa hanya pemerintah yang bekerja. Rumah tangga, pelaku usaha, sekolah, dan komunitas juga harus bergerak. Sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi?” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI