Suara.com - Presiden Prabowo Subianto diingatkan untuk tidak gentar dengan intervensi dari industri rokok dan tetap menjalankan PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, juga meminta Prabowo tak terbuai dengan pendapatan negara yang diterima dari cukai rokok saat ini. Sebab, dampak dari rokok itu sendiri justri merugikan keuangan negara.
Ia menegaskan bahwa penerimaan negara dari cukai rokok tidak sebanding dengan kerugian sosial ekonomi yang harus ditanggung akibat tingginya prevalensi merokok di Indonesia.
"Negara ini makin sadar bahwa ada sesuatu yang sangat mengkhawatirkan, adanya prevalensi merokok yang sangat tinggi dan itu diintervensi oleh industri rokok. Sehingga kita meminta Presiden Prabowo untuk menolak adanya intervensi industri rokok dalam hal apapun, termasuk menolak agar intervensi itu tidak membuat PP no. 28/2024 menjadi mangkrak," tutur Tulus dalan konferensi pers virtual, Senin (2/6/2025).
Tulus mengkritik selama ini diskursus soal pengendalian konsumsi rokok kerap digiring seolah-olah menjadi ancaman terhadap perekonomian nasional. Padahal, berdasarkan data bahwa dampak kesehatan dan kerugian sosial akibat konsumsi rokok jauh lebih besar dari penerimaan cukainya.
"Seolah-olah kalau ada pengendalian konsumsi rokok, kemudian ekonomi kita akan bangkrut, ekonomi kita akan down, dan sebagainya. Padahal justru kerugian sosial ekonomi yang dialami negara ini karena prevalensi merokoknya sangat tinggi, itu kerugian sosial ekonominya juga sangat tinggi," kata Tulus.
"Kalau pemerintah mengaku mendapatkan cukai sebesar Rp 216 triliun tahun kemarin, sebenarnya kerugian sosial dan ekonominya minimal tiga kali lipat dibanding cukai yang diperoleh. Jadi sebenarnya kita merugi," ujarnya.
Mengutip data dari BPJS Kesehatan, lanjut Tulus, negara selalu menghabiskan dana mini.al Rp37 triliun per tahun untuk membiayai penyakit-penyakit tidak menular, seperti gangguan jantung koroner, stroke, penyakit paru.
"Di mana rokok punya kontribusi signifikan di dalam sebagai trigger penyakit tersebut," ucapnya.
Baca Juga: Petani Tembakau Terancam, HKTI Tolak Kebijakan Kemasan Rokok Polos
Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto agar bersikap tegas menolak segala bentuk intervensi industri rokok, termasuk dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif Produk Tembakau.
Menurutnya, keberadaan PP No. 28 Tahun 2024 menjadi angin segar dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Namun sayangnya, aturan ini terancam mandek akibat tekanan dari industri rokok yang ingin menormalkan kembali citra produk tembakau di ruang publik.
Pembatasan Iklan Rokok
PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memang mengatur ketat mengenai penjualan rokok eceran, membatasi iklan rokok dan juga mengatur soal peringatan kesehatan pada kemasan rokok.
Aturan ini bertujuan untuk menekan konsumsi rokok guna melindungi kesehatan masyarakat.
"Pengaturan larangan penjualan rokok secara eceran adalah bagian dari upaya pengendalian dampak buruk tembakau dengan menekan konsumsinya," terang Kementerian Kesehatan pada tahun lalu.