Di Sidang Hasto, Ahli Sebut Kasus Suap Utamakan Pembuktian Unsur Mens Rea

Kamis, 05 Juni 2025 | 13:26 WIB
Di Sidang Hasto, Ahli Sebut Kasus Suap Utamakan Pembuktian Unsur Mens Rea
ILUSTRASI--Di Sidang Hasto, Ahli Sebut Kasus Suap Utamakan Pembuktian Unsur Mens Rea. (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menjelaskan perbuatan penyelenggara negara bertentangan dengan kewenangannya atau tidak dalam perkara suap tidak perlu dibuktikan.

Hal itu disampaikan Fatahillah dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan soal delik formil dan materiil dalam kasus suap.

Fatahillah menjelaskan pada dasarnya, di awal pembentukan undang-undang tipikor, sebagian besar dibuat sebagai delik formil untuk memudahkan kerja aparat penegak hukum.

“Makanya saya bisa pertegas, delik suap itu masih merupakan delik formil, karena tidak perlu ada akibat yang terjadi. Sebagai contoh misalkan pasal 5 ayat 1 huruf a itu ada dengan maksud pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,” tutur Fatahillah.

Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar saat dihadirkan di sidang kasus korupsi Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Dea)
Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar saat dihadirkan di sidang kasus korupsi Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Suara.com/Dea)

“Dalam konteks tadi itu tidak perlu terbukti apakah hal tersebut memenuhi atau tidak karena dia bahkan masuk dalam unsur mens rea-nya bukan dalam konteks actus reus atau unsur akibat dalam suatu unsur delik,” tandas dia.

Dalam konteks perkara ini, suap dilakukan kepada Eks Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebagai calon anggota legislatif terpilih di daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I pada Pileg 2019.

Namun, KPU RI tidak menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif terpilih karena dianggap tidak memenuhi syarat dan menetapkan Riezky Aprillia sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas.

Meski begitu, Wahyu Setiawan sudah dinyatakan terbukti menerima uang suap melalui Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Baca Juga: Pede Nihil Dasar Hukum, Relawan Bela Wapres Gibran: Pemakzulan Mustahil Dilakukan!

Dakwaan Jaksa

Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Drama Kasus Hasto di KPK

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI