Imbas Hapus PR Siswa, DPR Skakmat Dedi Mulyadi: Jangan sampai Kebijakan Populis Kebiri Guru

Rabu, 11 Juni 2025 | 18:43 WIB
Imbas Hapus PR Siswa, DPR Skakmat Dedi Mulyadi: Jangan sampai Kebijakan Populis Kebiri Guru
ILUSTRASI--Imbas Hapus PR Siswa, DPR Skakmat Dedi Mulyadi: Jangan sampai Kebijakan Populis Kebiri Guru. [ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/bar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani merespons kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi siswa.

Lalu menilai pemberian PR merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang menjadi kewenangan guru, bukan kepala daerah.

Guru adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya. Karena itu, keputusan untuk memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” kata Lalu Ari kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).

Ia mengingatkan, bahwa pendidikan bersifat kontekstual, dan strategi belajar seperti PR bisa jadi relevan untuk sebagian siswa dalam menguatkan pemahaman materi. 

“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak. Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani. (Suara.com/Lilis Varwati)
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani. (Suara.com/Lilis Varwati)

Lalu menilai bahwa semangat untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan memang baik, namun jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip pedagogi dan profesionalitas guru.

“Kami di Komisi X mendukung inovasi dalam dunia pendidikan, tapi inovasi itu harus tetap berpijak pada keilmuan dan masukan para praktisi pendidikan. Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” katanya.

Lalu juga mendorong pemerintah pusat, khususnya Kemendikdasmen untuk memberikan pedoman yang lebih jelas soal batasan kewenangan kepala daerah dalam membuat kebijakan pendidikan di daerah.

Selain penghapusan PR, ia juga menyoroti pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 06.30 bagi siswa di Jawa Barat. 

Baca Juga: Kuliti Program MBG Prabowo, ICW Curigai Penunjukan Langsung Vendor di Lingkaran Rezim

Menurutnya, sebaiknya Dedi berkonsultasi dengan Kemendikdasmen terkait aturan pendidikan yang akan diterapkan.

Ketua DPW PKB itu menegaskan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikdasmen sudah membuat aturan untuk semua pelayanan pendidikan. Jadi, jangan sampai kebijakan kepala daerah menabrak peraturan yang telah ditetapkan.

"Sebaiknya dikomunikasikan dengan Kemendikdasmen, sehingga tidak menimbulkan gejolak dan tidak ada aturan yang ditabrak," pungkasnya.

Diketahui, Dedi Mulyadi tak pernah luput dari sorotan publik terkait sejumlah kebijakan yang diberlakukannya setelah menjadi Gubernur Jabar. Setelah program barak militer untuk siswa-siswa yang dianggap 'nakal', Dedi Mulyadi kekinian mengeluarkan kebijakan untuk menghapus pekerjaan rumah alias PR untuk para murid.

Kebijakan anyar itu disampaikan oleh Dedi Mulyadi melalui video singkat yang diunggahnya di akun TikTok resmi, @dedimulyadiofficial. Selain menghapus PR, Dedi Mulyadi meminta agar siswa masuk ke sekolah pukul 06.00 pagi. 

Pada mulanya, Dedi Mulyadi menyebutkan bahwa anak-anak sekolah harus memulai kegiatan belajar pukul 6.30 pagi. Peraturan tersebut rencananya akan diterapkan mulai tahun ajaran baru 2025/2026 yang akan berlangsung pada 14 Juli 2025.

"Saya sampaikan bahwa di tahun ajaran baru 2025/2026 yang akan datang, sekolah di Jawa Barat dimulai pukul 6.30 pagi. Sekali lagi sekolah di Jawa Barat dimulai pukul 6.30," kata Dedi Mulyadi.

Tak hanya itu, Dedi Mulyadi juga meminta agar para pelajar memiliki jam malam. Mantan Bupati Purwakarta tersebut sebelumnya mengatakan untuk memberlakukan peraturan jam malam, di mana para pelajar tidak boleh beraktivitas atau keluar rumah di atas pukul 9 malam.

Oleh karena itu, pekerjaan rumah atau PR yang biasanya ditugaskan kepada para siswa dapat dihapus. Sehingga para pelajar tidak bisa memakai alasan untuk mengerjakan PR agar keluar rumah pada malam hari.

"Nah selanjutnya, karena anak-anak tidak boleh keluar rumah lebih dari jam 9 tanpa pendampingan, tanpa keperluan yang mendesak yang didasarkan pada izin orang tuanya, maka pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana untuk menghapus pekerjaan rumah bagi anak-anak sekolah," sambung Dedi Mulyadi.

Namun, bukan berarti para pelajar tidak diberikan tugas tambahan untuk belajar. PR tersebut dapat diganti sebagai tugas sekolah yang bisa dikerjakan saat masih di sekolah.

Dedi Mulyadi. (Dok. KDM CHannel/Youtube)
Dedi Mulyadi. (Dok. KDM CHannel/Youtube)

"Seluruh pekerjaan sekolah dikerjakan di sekolah. Tugas-tugas sekolah dikerjakan di sekolah, tidak dibawa menjadi beban di rumah," jelas Dedi Mulyadi.

Lelaki yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) tersebut berharap anak-anak dapat beristirahat di rumah dan melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti membantu kedua orang tua.

"Di rumah, anak-anak itu relax, baca buku, berolahraga, fokus membantu kedua orang tuanya, meringankan beban-beban kerjaannya, kemudian belajar membereskan rumah, cuci piring, perempuan belajar masak, ngepel, dan berbagai kegiatan lainnya yang bermanfaat," imbuh Dedi Mulyadi lagi.

Selain itu, para pelajar juga dapat memanfaatkan waktu luang tersebut untuk menambah ilmu dengan mengikuti les.

"Kemudian bisa mengikuti les musik, les bahasa Inggris, les matematika, les fisika, dan berbagai kegiatan yang bermanfaat," ucapnya lagi.

Dedi Mulyadi percaya jika peraturan tersebut adalah salah satu proses untuk membangun para pelajar di Jawa Barat yang memiliki visi kuat guna menyongsong masa depan.

"Itu adalah arah membangun anak-anak Jawa Barat yang memiliki visi dan orientasi yang kokoh untuk menyambut masa depannya," sahutnya.

Meski begitu, Dedi Mulyadi pun yakin jika kebijakannya ini akan mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun, Dedi Mulyadi mengaku tak keberatan karena hal-hal seperti itu umum terjadi.

"Untuk itu pasti kebijakan saya ada pro dan kontra. Bagi saya, pro dan kontra adalah hal yang biasa dalam berdemokrasi tetapi yang terpenting tujuan utama kita adalah untuk mewujudkan anak-anak Jawa Barat yang cageur, bageur, bener, singer, dan pinter," beber Dedi Mulyadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI