Suara.com - Di tengah semakin tingginya urgensi pengelolaan sampah yang berkelanjutan, Kota Cirebon, Jawa Barat, bersiap melakukan transformasi penting dalam sistem Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat menargetkan peralihan dari sistem open dumping yang terbuka dan berisiko, ke sistem sanitary landfill yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Langkah ini merupakan respons atas arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mendorong penghapusan praktik open dumping di 343 TPA di seluruh Indonesia. Kepala DLH Kota Cirebon, Yuni Darti, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan TPA Kopi Luhur untuk bertransformasi secara bertahap.
“Ke depan kami siapkan TPA Kopi Luhur untuk menuju sanitary landfill secara bertahap,” ujar Yuni di Cirebon, melansir ANTARA, Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, keterbatasan anggaran selama ini menjadi salah satu hambatan dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang ideal. Namun, adanya dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi membuka harapan baru bagi percepatan peralihan sistem ini.
Ancaman Lingkungan dari Sistem Terbuka
Sistem open dumping yang masih digunakan di banyak wilayah merupakan metode paling sederhana dan paling berisiko dalam pengelolaan sampah. Sampah hanya ditumpuk di lahan terbuka tanpa pemadatan atau penutupan tanah. Praktik ini kerap menyebabkan berbagai dampak lingkungan serius, seperti bau menyengat, pencemaran air tanah, serta berkembangnya vektor penyakit.
Laporan Waste4Change tahun 2022 menyebutkan bahwa sistem open dumping dapat menjadi sumber kontaminasi lintas media: udara, air, dan tanah. Selain itu, lokasi pembuangan terbuka berpotensi menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme patogen dan menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti metana dalam jumlah besar.
Sebaliknya, sanitary landfill dirancang untuk menimbun sampah secara berlapis dengan tanah, disertai pemadatan dan penutupan harian. Sistem ini dilengkapi teknologi pengendalian lindi (air lindi) dan gas metana, serta lebih aman bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Baca Juga: Biodegradable Additive, Solusi Mengurai Masalah Sampah Plastik di TPA
DLH Cirebon mencatat bahwa TPA Kopi Luhur saat ini menerima antara 150 hingga 250 ton sampah setiap hari, dengan lonjakan pada akhir pekan. Dari luas total 14,2 hektare, baru 6,2 hektare yang dimanfaatkan. Sisanya direncanakan akan dikembangkan untuk penerapan sanitary landfill.
“Kami sudah siapkan lahannya, tinggal menunggu dukungan anggaran agar proses pembangunan bisa segera dimulai,” kata Yuni.
Upaya ini bukan tanpa dasar. Kota Cirebon pernah memiliki sistem TPA yang lebih baik di lokasi eks Grenjeng. Pengalaman tersebut akan dijadikan acuan dalam membenahi sistem di TPA Kopi Luhur.
Selain itu, DLH juga melibatkan masyarakat dalam proses pengelolaan sampah. Sebanyak 206 pemulung dan enam pengepul aktif setiap hari dalam memilah sampah di TPA tersebut.
“Peran mereka penting dalam proses pengurangan sampah, dan kami pastikan mereka tercatat serta mendapat ruang dalam sistem pengelolaan sampah yang baru,” ujar Yuni.
Perubahan sistem pengelolaan sampah ini bukan sekadar inisiatif daerah, tetapi merupakan mandat Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 44 dan 45, disebutkan bahwa sistem open dumping wajib dihapuskan lima tahun setelah regulasi tersebut diberlakukan, yakni sejak 2013. Dengan demikian, secara hukum, seluruh TPA di Indonesia seharusnya telah beralih ke sistem sanitary landfill atau minimal controlled landfill.
Sebagai tahap peralihan, metode controlled landfill dapat menjadi alternatif. Sistem ini melibatkan penimbunan sampah yang diratakan dan dipadatkan, kemudian secara berkala ditutup dengan tanah untuk mengurangi dampak lingkungan.
Manfaat Jangka Panjang dan Tantangan Ke Depan
Meskipun biaya pembangunan sanitary landfill lebih tinggi dibanding open dumping, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar. Lingkungan menjadi lebih terlindungi, risiko kesehatan masyarakat menurun, dan kualitas udara serta air tanah dapat lebih terjaga.
Laporan Universitas Medan Area (2022) menyatakan bahwa sanitary landfill mampu mengurangi potensi pencemaran hingga lebih dari 70 persen dibanding sistem terbuka. Pengelolaan lindi yang baik juga mencegah infiltrasi bahan berbahaya ke dalam tanah dan sumber air.
Namun, transformasi ini membutuhkan sinergi lintas sektor: pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Selain soal anggaran, penting juga edukasi publik agar pengurangan sampah dari hulu bisa berjalan beriringan dengan sistem pengolahan akhir yang modern.
Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Cirebon merupakan bagian dari upaya lebih luas untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dengan dukungan kebijakan nasional, potensi lahan yang tersedia, dan keterlibatan masyarakat, perubahan ini bukanlah hal yang mustahil.
Keberhasilan peralihan TPA Kopi Luhur menjadi sanitary landfill akan menjadi contoh penting bagi kota-kota lain yang masih bergantung pada sistem konvensional. Lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan bukan hanya impian, tetapi bisa dicapai dengan perencanaan matang dan komitmen bersama.