Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon

Senin, 16 Juni 2025 | 16:10 WIB
Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon
Keluarga Korban Tragedi Semanggi Khawatir Pembelokan Sejarah, Sumarsih Ultimatum Menbud Fadli Zon. [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya.

“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," sambung Fadli Zon.

Pernyataan Fadli dalam sebuah wawancara publik menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal,”yang dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat.

Pernyataan tersebut bukan dalam rangka menyangkal keberadaan kekerasan seksual, melainkan menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato dalam diskusi publik "Sastra Mendunia" di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (11/6/2025) [Suara.com/ANTARA]
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato dalam diskusi publik "Sastra Mendunia" di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (11/6/2025) [Suara.com/ANTARA]

“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," katanya.

Istilah ‘massal’ menurutnya juga telah menjadi pokok perdebatan di kalangan akademik dan masyarakat selama lebih dari dua dekade, sehingga sensitivitas seputar terminologi tersebut harus dikelola dengan bijak dan empatik.

“Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif," ujar Fadli Zon.

Menanggapi kekhawatiran terkait penghilangan narasi perempuan dalam buku Sejarah Indonesia, Fadli menyampaikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Justru sebaliknya, salah satu semangat utama penulisan buku ini adalah memperkuat dan menegaskan pengakuan terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa.

Dia menjelaskan, dalam perkembangan penulisan hingga Mei 2025, pembahasan mengenai gerakan, kontribusi, peran, dan isu-isu perempuan telah diakomodasi secara substansial dalam struktur narasi sejarah

Baca Juga: Tepis Fadli Zon? Viral BJ Habibie Bongkar Fakta Pemerkosaan Massal 98: Kita Mengutuk Tindakan Biadab

Dikecam hingga Wajib Minta Maaf

Diketahui, Menbud Fadli Zon ramai disorot setelah menyebut jika korban pemerkosaan dalam tragedi kerusuhan 98 hanya rumor belaka. Walhasil, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam hingga mendesak agar Fadli Zon menyampaikan permintaan maaf ke publik.

Kecaman itu diserukan oleh koalisi sipil karena pernyataan Fadli Zon dinilai telah menyakiti korban, mengaburkan fakta sejarah, dan menghambat upaya penegakan keadilan atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia mengatakan bahwa pernyataan Fadli Zon itu sebagai bentuk penyangkalan terhadap kekerasan seksual yang telah tercatat oleh berbagai lembaga independen.

Seperti Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.

Penyangkalan itu, kata Jane, sangat berbahaya karena dapat melanggengkan budaya impunitas di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI