Tidak Mau Kalah dengan Fadli Zon, PDIP Bakal Tulis Sejarah Versi Sendiri?

Senin, 16 Juni 2025 | 20:37 WIB
Tidak Mau Kalah dengan Fadli Zon, PDIP Bakal Tulis Sejarah Versi Sendiri?
Politisi PDIP Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan PDIP berniat membuat sejarah versi sendiri sebagai respon proyek penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Kebudayaan. [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menulis sejarah Indonesia berdasarkan versi sendiri.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul merespons proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon.

"Terhadap penulisan sejarah ini gimana, Pak Pacul? Yang diinisiasi oleh Pak Menteri Kebudayaan, Fadli Zon ini gimana sikap PDI Perjuangan? PDI Perjuangan juga akan menulis sejarah versi kita" kata Bambang di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 16 Juni 2025.

Ia mengatakan bahwa setiap penulisan sejarah pasti terdapat subjektivitas. Menurutnya, persoalan itu tidak bisa dilepaskan.

"Ini soal penulisan sejarah, soal penulisan sejarah, ini kan subjektivitas pasti ikut campur, 100 persen ikut campur subjektivitas, kan begitu," ujarnya.

"Jadi siapapun yang akan menulis pasti akan ada kontranya," sambungnya.

Sementara di sisi lain, soal kasus pemerkosaan yang terjadi 1998 jadi polemik, Pacul menyarankan semua melihat apa yang disampaikan Presiden ketiga Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie.

"Waktu itu Presiden Habibie de jure Presiden, statementnya apa? Ya silahkan dibaca, saya nggak mau kontradiksikan lah sampeyan baca, itu presiden de jure, kan begitu," ujarnya.

Bambang Pacul mengatakan bahwa cara Fadli Zon untuk mengambil sisi pandang yang berbeda terhadap Sejarah Indonesia pun dipermasalahkannya, karena nantinya akan diuji oleh fakta.

Baca Juga: Kontroversi Fadli Zon, Legislator PDIP: Tak Harus Didorong Minta Maaf, Tapi...

"Bahwa subjektivitas Pak Pak Fadli Zon mau mengambil cara yang berbeda, ya dipersilahkan, nanti kan ditabrakkan dengan ayat fakta, kita kan susah hari ini kalau kita hanya ngotot-ngototan tok, kan gitu loh," sambungnya.

Sebelumnya, Fadli Zon menyebut bahwa peristiwa Mei 1998 masih bisa diperdebatkan, termasuk soal adanya pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa.

Bahkan, dia menyebut tidak ada bukti dan penulisan dalam buku sejarah tentang adanya peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998.

"Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada nggak di dalam buku sejarah itu? Nggak pernah ada," ucap Fadli Zon, Senin 8 Juni 2025.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 melakukan investigasi dengan mengumpulkan dan mengolah data dari berbagai sumber, menampung informasi dari kotak pos dan hotlines, serta membentuk subtim verifikasi, subtim testimoni, dan subtim fakta korban pada 23 Juli hingga 23 Oktober 1998.

Hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi kekerasan seksual, termasuk perkosaan dalam kerusuhan pada 13 hingga 15 Mei 1998 yang dilakukan terhadap sejumlah perempuan oleh para pelaku di berbagai tempat berbeda dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan, yang terjadi secara spontan karena situasi yang mendukung atau direkayasa oleh kelompok tertentu dengan tujuan tertentu.

Aktivis hak asasi manusia (HAM) menabur bunga di instalasi Peringatan 26 Tahun Reformasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Aktivis hak asasi manusia (HAM) menabur bunga di instalasi Peringatan 26 Tahun Reformasi. Kontroversi pernyataan Fadli Zon mengenai pemerkosaan massal 1998 ramai diperbincangkan publik. [Suara.com/Alfian Winanto]

“Korban adalah penduduk Indonesia dengan berbagai latar belakang yang di antaranya kebanyakan adalah etnis Cina,” demikian dikutip dari laporan TGPF Mei 1998 yang dipublikasikan dalam Laporan Hasil Dokumentasi: Pelapor Khusus Komnas Perempuan tentang Kekerasan Seksual Mei 1998 dan Dampaknya halaman 35 sampai 37 yang diterbitkan oleh Komnas Perempuan.

TGPF Mei 1998 mengungkapkan fakta tersebut sudah diverifikasi oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap 85 kasus kekerasan seksual. Dari penyelidikan itu, TGPF Mei 1998 menyimpulkan kekerasan seksual pada saat itu terjadi dalam empat bentuk.

Adapun empat bentuk kekerasan seksual pada Mei 1998 yang terjadi ialah 52 kasus perkosaan, 14 kasus perkosaan dengan penganiayaan seksual, 10 kasus penganiayaan seksual, dan 9 kasus pelecehan seksual.

TGPF juga menemukan bahwa mayoritas kasus perkosaan adalah gang rape, yaitu korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama, serta kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI