Suara.com - Kasus keracunan massal akibat konsumsi makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah kembali menuai sorotan. Ahli gizi masyarakat, dr. Tan Shot Yen, menyebut pelaksanaan program MBG terkesan teledor karena sejumlah dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bisa beroperasi tanpa pelatihan dasar terlebih dahulu.
"Pas lagi ada ribut-ributnya mengenai masalah keracunan ya, lalu kemudian baru dikumpul-in nih SPPG di Jawa Barat, yang di daerah Jawa Barat yang di Serang gitu. Lalu kemudian baru diberikan pelatihan," ujar Tan dikutip dari siaran langsung Instagram bersama Fian Indonesia, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, fakta bahwa pelatihan baru diberikan setelah kasus mencuat menunjukkan ketidaksiapan sistem MBG.
“Ini kan suatu tanda tanya besar di hati masyarakat, kok lucu sih kalian bisa beroperasi tapi belum ada pelatihannya. Ini menunjukkan bahwa memang kesiapannya memang sama sekali teledor kalau menurut saya," kritiknya.
Tan mengingatkan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) sebenarnya telah memiliki buku panduan teknis pelaksanaan MBG. Namun, tanpa sistem monitoring, supervisi, dan evaluasi ketat di lapangan, panduan tersebut tak akan berguna.

"Kita harus memastikan, harus monitoring, harus ada supervisi, harus ada evaluasi bahwa yang di lapangan itu betul-betul persis seperti yang dituliskan di dalam buku panduan itu," tegasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya uji coba teknis sebelum program MBG diresmikan pada 6 Januari 2025 lalu. Menurutnya, uji coba itu terkesan hanya seremonial dengan dihadiri banyak pejabat.
Dia menekankan bahwa paling penting justru uji coba di setiap titik distribusi MBG. Mulai dari proses pembelian, produksi, hingga pembagian makanan kepada siswa, seluruh tahapan harus benar-benar mengikuti standar operasional yang telah ditetapkan.
Menanggapi situasi darurat akibat keracunan massal, Tan menyarankan agar pemerintah mengambil langkah jeda untuk evaluasi menyeluruh.
Baca Juga: Imbas Isu Pemakzulan, Rocky Gerung: Gibran dan Jokowi Diolok-olok Anak SD
“Kalau saya sih lebih baik kita akan berhenti dulu sejenak daripada nanti timbul korban,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan agar hanya menggunakan SPPG yang telah melakukan tata kelola dengan baik yang boleh melanjutkan program MBG.
“Lalu kemudian SPPG lain yang ingin mau belajar, kita harus belajar bersama di situ," sarannya.
Sebagai alternatif, Tan mengusulkan pemanfaatan kantin sekolah untuk menyiapkan makanan bergizi. Menurutnya, para pengelola kantin lokal lebih paham rantai keselamatan makanan.
"Saya udah bilang tadi, merekrut kantin sekolah dan sebagainya, karena mereka yang paling tau bagaimana kesukaan anak-anak punya makanan di sana,” ujarnya.