Polemik Pemilu Terpisah, Wakil Rakyat Dorong Amandemen UUD

Jum'at, 04 Juli 2025 | 20:08 WIB
Polemik Pemilu Terpisah, Wakil Rakyat Dorong Amandemen UUD
Ilustrasi kotak suara terkunci. Polemik putusan MK terkait pemisahan pemilu hingga kini masih terus dipermasalahkan. [Ist]

Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, M Khozin mengusulkan amandemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya terkait sistem kepemiluan.

Usulan tersebut muncul sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu daerah.

Menurut Khozin, putusan MK tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, yang mengatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak.

"Makanya dari diskusi kami kemarin di Komisi II, saya mewakili Fraksi PKB mengusulkan agar dilakukan amandemen terbatas terhadap konstitusi, khususnya terkait kepemiluan," kata Khozin dalam diskusi Fraksi PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Khozin menilai, jika hanya merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu, hal tersebut tidak cukup karena akan berdampak pada banyak regulasi lain.

Lantaran itu, ia menyarankan pendekatan Omnibus Law untuk merevisi beberapa undang-undang terkait secara bersamaan.

"Karena tidak cukup di Undang-Undang Pemilu saja. Ada juga UU Nomor 7 Tahun 2017, UU Nomor 10 Tahun 2016, UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014, dan banyak undang-undang lain yang bersinggungan dengan amar putusan MK," jelasnya.

Meski demikian, Khozin tetap mengajak semua pihak untuk memaknai putusan MK secara positif.

"Apa yang diputuskan MK ini kita maknai secara positif, bahwa Undang-Undang Pemilu mendapatkan atensi dan perhatian publik yang besar, khususnya dalam beberapa hari terakhir," ujarnya.

Baca Juga: NasDem Sebut MK Langgar Konstitusi soal Pemisahan Pemilu, PKB: Sudah Final, Mau Bubarin MK?

Implikasi Yuridis Putusan MK

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan bahwa DPR tengah mengkaji implikasi putusan MK mengenai pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.

Kajian ini dibahas dalam rapat konsultasi yang dihadiri pimpinan DPR, Komisi II dan III, Badan Legislasi (Baleg), serta perwakilan pemerintah, termasuk Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Dalam Negeri.

"Belum sampai pada kesimpulan. Tapi dari kajian sementara, paling tidak ada beberapa persoalan yuridis yang sangat serius," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senin (30/6/2025).

Menurut Rifqi, persoalan pertama adalah putusan MK yang dianggap telah mendahului pembentuk UUD.

Padahal, konstitusi menyebut bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, yang bisa bermakna langsung atau tidak langsung.

Namun MK, menurutnya, menyimpulkan secara sepihak bahwa pemilu kepala daerah harus dilakukan secara langsung.

"MK menyimpulkan bahwa harus dilakukan pemilu langsung. Ini bukan kewenangan MK," ucapnya.

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Putusan MK mengenai pemisahan gelaran Pemilu mendapat kritik dari DPR. [Suara.com/Alfian Winanto]

Persoalan kedua, lanjut Rifqi, adalah MK pernah memutuskan pada 2019 bahwa ada enam varian keserentakan pemilu, dan pembentuk undang-undang diberi kewenangan memilih satu dari enam varian tersebut.

"Kalau begitu, kenapa sekarang MK justru menetapkan sendiri salah satunya? Padahal pemilunya masih 2029," ujarnya.

Rifqi juga menyoroti bahwa MK kini tidak hanya menilai konstitusionalitas undang-undang, tetapi mulai membentuk norma baru dalam putusannya.

"Kalau ini terus terjadi, kita tidak akan pernah punya sistem demokrasi konstitusional dan negara hukum yang sehat," tegasnya.

Ia juga menilai, hal ini dapat mengganggu hubungan antar-lembaga negara.

"Kalau seperti ini terus, maka antar-lembaga negara tidak bisa saling menghargai. Karena itu, DPR dan pemerintah perlu mencermati secara serius putusan MK ini," katanya.

Meski demikian, Rifqi menegaskan bahwa DPR tetap akan mematuhi konstitusi.

"Apapun yang kami lakukan akan mengacu pada konstitusionalitas konstitusi," katanya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI