Suara.com - Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Ari Yusuf Amir memrotes keputusan majelis hakim yang mengabulkan permintaan jaksa untuk menyita laptop dan tablet bermerek Apple milik kliennya.
Keberatan itu disampaikan dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan atas kasus dugaan korupsi importasi gula kristal mentah yang menjerat Tom sebagai terdakwa.
"Pasal 18 UU Tipikor yang dijadikan dasar dalam penyitaan bukanlah dasar hukum untuk melakukan sita, melainkan sebuah pasal untuk pidana tambahan apabila putusan pidana itu sudah dijatuhkan," kata Ari dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Ia menegaskan bahwa proses penyitaan seharusnya telah selesai pada tahap penyidikan.
Sementara itu, permintaan penyitaan oleh jaksa justru dilakukan saat proses persidangan berlangsung.
"Terlebih lagi, berkas sudah dinyatakan lengkap dan sudah dilimpahkan ke pengadilan. Lalu atas dasar apa Majelis Hakim mengabulkan penyitaan oleh jaksa penuntut umum?" tegasnya.
Dalam pandangan Ari, penyitaan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seharusnya dilakukan berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri di wilayah tempat barang disita.
Karena Tom Lembong berdomisili di wilayah hukum Jakarta Selatan, Ari menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk menyita Macbook dan iPad tersebut.
“Majelis Hakim mengabulkan Permohonan Sita dari JPU, padahal terdakwa berada di bawah yurisdiksi hukum Jakarta Selatan. Jadi seharusnya yang menyita adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bukan Jakarta Pusat,” ujar Ari.
Baca Juga: Doa Anies di Sidang Korupsi Importasi Gula, Yakin Hakim Bebaskan Tom Lembong
Ia juga menyoroti bahwa perangkat elektronik tersebut digunakan Tom untuk menyusun pembelaan, mengingat ia telah ditahan sejak 29 Oktober 2024.
“Di sisi lain, perangkat tersebut hanya digunakan oleh Terdakwa untuk menyusun pembelaan dirinya yang sudah ditahan dan dirampas paksa kemerdekaannya sejak tanggal 29 Oktober 2024,” tandas dia.
Tuntutan 7 Tahun Penjara Tom Lembong
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menuntut hukuman 7 tahun penjara untuk Tom Lembong terkait dugaan korupsi dalam importasi gula kristal mentah (GKM) pada 2015–2016.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu penjara selama 7 tahun," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Usai pembacaan tuntutan, sejumlah pendukung Tom yang hadir di ruang sidang langsung menyuarakan kekecewaan mereka.
![Terdakwa Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Thom Lembong bersiap menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (4/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/04/90086-sidang-tom-lembong-thomas-trikasih-lembong.jpg)
Selain pidana penjara, Tom juga dituntut membayar denda sebesar Rp750 juta.
Apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Jaksa menilai perbuatan Tom telah merugikan keuangan negara sebesar Rp515,4 miliar.
Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam dakwaannya, jaksa mengungkapkan bahwa Tom Lembong memberikan izin kepada sejumlah perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM), meski perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP).
Beberapa perusahaan yang disebut dalam dakwaan antara lain PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, dan PT Berkah Manis Makmur.
“Mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (6/3/2025).
Selain itu, jaksa menyebut Tom menunjuk koperasi seperti INKOPKAR, INKOPPOL, PUSKOPOL, dan SKKP TNI-Polri, serta PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk pengadaan dan distribusi gula.
Namun, PPI justru bekerja sama dengan produsen gula rafinasi dalam pengaturan harga jual yang dinilai melebihi Harga Patokan Petani (HPP).
Jaksa menilai Tom gagal mengendalikan distribusi gula melalui operasi pasar dan program stabilisasi harga yang seharusnya menjadi tugas BUMN.
Perbuatannya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.