Suara.com - Wacana Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait untuk memperkecil ukuran rumah subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi hanya 18 meter persegi, memicu alarm dari kalangan akademisi.
Kebijakan yang dimaksudkan sebagai solusi penyediaan hunian ini, justru dinilai berpotensi menjadi bom waktu yang dapat meledakkan sejumlah persoalan sosial serius.
Persoalan yang dimaksud mulai dari penciptaan kantong kemiskinan baru, hingga lonjakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Peringatan keras ini datang dari Nurhadi, Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ia menegaskan, negara memang wajib menyediakan layanan dasar berupa rumah bagi warganya.
Namun, pendekatan yang hanya mengejar target kuantitas sambil mengorbankan kualitas dan kelayakan justru akan menjadi bumerang di kemudian hari.
“Kebijakan ini perlu ditinjau ulang agar tidak menimbulkan kemiskinan baru di masa depan,” kata Nurhadi dikutip Suara.com dari laman resmi UGM, Kamis (10/7/2025).
Ancaman di Balik Dinding yang Terlalu Sempit
Menurut Nurhadi, ukuran 18 meter persegi secara fundamental tidak memenuhi standar kelayakan sebuah hunian.
Baca Juga: Keluarga Ragu Tersangka Kasus Brigadir Nurhadi Ditahan : Kayaknya Omong-omong Doang
Ruang yang teramat sempit untuk sebuah keluarga akan berdampak langsung pada kualitas hidup penghuninya.
Ketiadaan privasi, kepadatan, dan keterbatasan ruang gerak adalah pemicu stres kronis yang signifikan.
"Jika hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas, kebijakan ini bisa berdampak pada kesehatan mental, terutama bagi ibu dan anak, serta meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," jelas Nurhadi.
Bayangkan sebuah keluarga kecil yang harus beraktivitas—tidur, makan, belajar, dan berinteraksi—dalam satu ruang multifungsi yang sempit.
Gesekan antaranggota keluarga menjadi tak terhindarkan. Kondisi ini, menurutnya, adalah resep sempurna untuk meningkatkan level stres yang dapat meledak menjadi konflik domestik.
Ibu dan anak, sebagai kelompok yang seringkali menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, menjadi yang paling rentan terdampak.