Rumah Subsidi 18 Meter Wacana Maruarar Sirait: 'Pabrik' Kemiskinan Baru dan KDRT

Kamis, 10 Juli 2025 | 13:12 WIB
Rumah Subsidi 18 Meter Wacana Maruarar Sirait: 'Pabrik' Kemiskinan Baru dan KDRT
Ilustrasi rumah bersubsidi -  Wacana Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait untuk memperkecil ukuran rumah subsidi bagi rakyat miskin menjadi 18 meter persegi mendapat kritik dari pakar UGM. [Suara.com]

Bukan Sekadar Atap, Tapi Martabat dan Masa Depan

Lebih jauh, Nurhadi mengkritik paradigma pembangunan perumahan yang seolah hanya fokus pada bangunan fisik.

Ia menekankan, sebuah rumah baru bisa disebut layak jika terintegrasi dengan fasilitas pendukung yang esensial.

Tanpa akses terhadap layanan dasar, sebuah unit rumah tidak lebih dari sekadar tempat berlindung yang merampas martabat penghuninya.

Dalam pembangunan kawasan perumahan, pendekatan yang komprehensif adalah harga mati.

Nurhadi menjelaskan, sebuah kompleks perumahan idealnya harus memenuhi beberapa kriteria utama, seperti ketersediaan akses air bersih, sanitasi yang layak, kemudahan akses transportasi publik, kedekatan dengan lokasi kerja, serta jangkauan layanan pendidikan dan kesehatan.

“Rumah tanpa pelayanan bukanlah rumah. Namun, itu adalah tempat berlindung tanpa martabat,” tegasnya.

Tanpa fasilitas-fasilitas tersebut, kawasan perumahan MBR berukuran 18 meter persegi ini sangat berisiko berubah menjadi slum area atau kawasan kumuh modern.

Mengumpulkan masyarakat berpenghasilan rendah dalam satu lokasi yang terisolasi dari akses ekonomi dan sosial hanya akan melanggengkan siklus kemiskinan.

Baca Juga: Keluarga Ragu Tersangka Kasus Brigadir Nurhadi Ditahan : Kayaknya Omong-omong Doang

Solusi Alternatif: Pikirkan Vertikal, Libatkan Warga

Daripada memaksakan pembangunan rumah tapak yang tidak layak, Nurhadi menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih manusiawi dan strategis, yakni pembangunan rumah susun atau hunian vertikal.

Dengan anggaran yang sama, pemerintah dapat membangun unit-unit yang lebih luas dan layak, sekaligus menyediakan fasilitas komunal yang memadai dalam satu kawasan terpadu.

Pembangunan vertikal juga lebih efisien dalam penggunaan lahan, sebuah isu krusial di kota-kota besar yang padat.

Selain itu, model ini memungkinkan integrasi fasilitas sosial, ruang terbuka hijau, dan area bermain anak yang sulit diwujudkan dalam proyek perumahan tapak super sempit.

Sebagai langkah akhir yang krusial, Nurhadi mendorong pemerintah untuk tidak membuat kebijakan secara sepihak dari menara gading.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI