Wilayah-wilayah dengan IPM terendah inilah yang sering kali menjadi basis konflik dan paling sulit dijangkau oleh layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Kehadiran Gibran di Papua harus lebih dari sekadar seremoni. Untuk benar-benar efektif, "berkantor di Papua" harus berarti:
Mengawal Langsung Proyek Vital: Memastikan dana Otsus benar-benar sampai ke masyarakat dalam bentuk sekolah yang layak, puskesmas yang berfungsi, dan infrastruktur yang membuka isolasi.
Membuka Ruang Dialog: Menggunakan kehadirannya untuk berdialog dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, tokoh agama, dan perwakilan pemuda, untuk memahami akar masalah dari perspektif mereka.
Memastikan Keamanan Warga: Menjadikan perlindungan warga sipil sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan keamanan yang diambil.
Gagasan Gibran adalah sebuah langkah berani yang patut diapresiasi, namun sarat dengan tantangan.
Ini adalah pertaruhan yang hasilnya akan sangat bergantung pada eksekusi di lapangan.
Apakah ini akan menjadi babak baru bagi percepatan pembangunan Papua atau hanya akan menjadi catatan kaki politik yang berisiko tinggi? Waktu yang akan menjawabnya.
Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Banyak Konflik di Papua yang Masih Terjadi, Bisakah Diselesaikan Oleh Wapres?